Tiga hari kemudian, aku merasa kangen, pengin ngobrol dengan suamiku. Aku menghubungi nomor teleponnya, namun anehnya yang menjawab adalah kakak ipar. Dia langsung mengabarkan suamiku sudah meninggal dunia. Meninggal karena komplikasi penyakit pada hati. Kabar itu diperjelas oleh suara hiruk pikuk orang yang menangis.
Aku tak dapat membendung air mataku. Aku menangisi kepergiannya. Rasanya ingin terbang ke Jakarta untuk melayat, namun aku tidak punya uang buat ongkos. Aku coba meminta tolong mertua agar mengirimkan uang sekadar buat ongkos ke Jakarta, namun mereka menolak dengan alasan sudah keburu mengajak Anita untuk menerima ulos parsirangan (ulos perpisahan - Red.).
Aku mendapat kabar bahwa ibu mertuaku masih sakit hati padaku karena meninggalkan suamiku. Baginya, aku layak disalahkan atas meninggalnya suamiku karena ternyata Anita tidak sesuper diriku dalam merawat suamiku. Terbukti, setelah suami dimakamkan di Jakarta, Anita memilih pindah ke Pekanbaru dan meninggalkan Mutiara yang kemudian dirawat kakak iparku di Samosir.
Kalaupun ada yang membuatku lega, ternyata Mutiara tumbuh sehat. Sesekali aku mengirimkan sejumlah uang untuk sekadar membeli susu bagi Mutiara. Aku mengingatkan kakak iparku agar kelak Mutiara menjalani tes VCT. Mereka berjanji kelak akan mengajak Mutiara melakukan tes VCT.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR