Pekerjaan susah, enggak ada proyek bangunan ketika itu. Akhirnya, saya memutuskan pulang kampung saja. Sebelum pulang, saya beli tape compo rusak di pasar Jatinegara seharga Rp80 ribu. Saya pulang dan berjanji enggak mau kembali ke Jakarta. Apalagi cari kerjaan di Jakarta juga susah.
Sesampai di rumah, saya bongkar tape compo dan coba saya betulin. Rencananya, kalau berhasil saya betulkan, akan saya pakai sendiri di rumah. Eh, ternyata, ketika berhasil saya benerin, ada teman yang suka tape itu dan mau membelinya. Ya sudah saya kasih harga Rp200 ribu, dan ternyata dia mau beli. Untungnya lumayan, kan?
Uang hasil penjualan tape saya saya belikan komponen dan radio break-break yang pakai saluran FM. Bentuknya seperti Orari untuk komunikasi antar pengguna layaknya HT. Dari situ, saya banyak kenal sesama pengguna HT yang ternyata banyakan ahli elektronika. Wajar karena kalau radio itu rusak, mereka bisa membetulkannya sendiri.
Waktu itu, orangtua menganggap saya makin aneh. Kerjanya break-breakan terus, enggak pernah ngapa-ngapain. Paling kegiatan lainnya servis radio tetangga buat beli uang rokok. Suatu ketika di tahun 1999, sepulang dari sawah bapak marah. Dia enggak suka lihat saya main terus. Saya juga marah, karena saya pikir saya yang pasang listrik itu dan saya berhak menggunakannya. Akhirnya, karena kesal, saya cabut semua kabel listrik dan saya pergi dari rumah.
KOMENTAR