Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk memperpanjang jam sekolah bagi para siswa hingga sepanjang hari disambut beragam oleh siswa dan orangtua.
Dari sisi siswa, banyak yang menolak karena mengaku lelah. Andaipun setuju, harus disertai syarat tertentu.
Misalnya saja Hanna Mardiyah, siswi SMAN 6 Jakarta. Dia menolak wacana tersebut karena sekolah sepanjang hari akan membuatnya stres dan malah tidak mampu menyerap pelajaran.
"Enggak setuju karena waktu belajar yang lama juga tidak efektif. Otak kita butuh istirahat," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (18/8/2016).
Hal yang sama diutarakan Chaeruddin yang kini duduk di kelas 7 SMPN 12, Jalan Wijaya IX, Jakarta Selatan. Ia mengatakan, tak akan ada waktu untuk main dan membuat ia justru jenuh di sekolah.
"Nggak maulah sekolah sampai jam lima. Capek, mending seperti sekarang aja jam 2," ujar Chaeruddin.
Namun, salah seorang siswa SMAN 86 Jakarta, Diaz Rezky Pramana mengaku setuju wacana itu diterapkan jika ada keringanan pelajaran dan tidak menambah beban studinya.
"Soalnya enak belajar di sekolah daripada di rumah, tapi kalau emang beneran pulang jam maunya diringanin tugas-tugas sama ulangannya," ujar Diaz.
Adapun salah satu orangtua juga ada yang menyambut baik. Ibu Suparno, warga Kelurahan Pulo, Kebayoran Baru yang anaknya sekolah di SMPN 12 dan SD Raudhatul Ulum justru meminta agar kegiatan di sekolah sampai sore diisi dengan pelajaran ekstra.
"Setuju sih kalau anak diisi kegiatan yang berguna. Karena anak kan pulang siang supaya sorenya bisa les sama ngaji, mereka tetep butuh les apalagi yang mau ujian nasional," kata Ibu Suparno.
Sementara penolakan datang dari Arofah Supandi, yang anaknya baru masuk SD. Arofah mengatakan, pada usia sekolah, anak perlu bermain. Sebab, mereka tak bisa dipaksa terus-terusan belajar.
"Ya enggak setuju banget, kasihanlah kan dia perlu main juga," katanya.
Penolakan juga datang dari Dicky Martiaz yang kedua anaknya bersekolah siang hari di SMA swasta di Tangerang. Ia meminta Mendikbud mempertimbangkan masalah uang jajan yang harus ditambah, pembagian ruang kelas di sekolah yang beroperasi pagi dan petang, serta beban mental anak sendiri.
"Kalau alasannya disamakan jam kerja orangtua, seberapa banyak orangtua yang kerja kantor jam 9-5 sore? Dan dengan kurikulum sekarang saja murid sudah berat. Terus mau diisi apa jam tambahannya? Jangan samakan dengan sekolah swasta yang juga jadi day care," ujarnya.
Mendikbud Muhadjir Effendi telah menyampaikan usulan ini kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla dan disetujui. Muhadjir menjelaskan, bersekolah sepanjang hari alias full day school sebenarnya sudah dijalankan banyak sekolah, terutama sekolah swasta.
Menurut dia, sistem bersekolah sepanjang hari banyak memberikan kesempatan kepada sekolah untuk menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik.
"Bahkan nanti kami ciptakan lingkungan sekolah yang lebih menggembirakan. Kalau perlu ngaji, nanti kami undang ustaz ke sekolah," kata dia.
Baca juga: "Full Day School", Siswa Tak Akan Belajar Sehari Penuh
Selain itu, program itu juga menghindari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di luar jam sekolah. Muhadjir menyebutkan jam pulang sekolah akan disamakan dengan jam pulang kerja sehingga anak didik tidak dilepas begitu saja setelah jam sekolah.
"Jadi, anak pulang pukul lima sore, orangtuanya bisa jemput. Sehingga anak kita tetap ada yang bertanggung jawab setelah dilepas pihak sekolah," kata dia.
Kalau program itu diterapkan, dalam sepekan sekolah akan libur dua hari, yakni Sabtu dan Minggu. Sehingga, ini akan memberikan kesempatan bagi peserta didik bisa berkumpul lebih lama dengan keluarga.
Nibras Nada Nailufar / Kompas.com
KOMENTAR