Orangtua siswa SMA Negeri 4 Bandung mengadu ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) di Jakarta, Senin (5/9/2016) karena anaknya mendapatkan nilai nol.
Danny Daud Setiana mengatakan, anaknya, DPR (15) diduga mendapatkan sikap diskriminasi dan arogansi dari SMA Negeri 4 Kota Bandung. Dia mengaku anaknya mendapatkan nilai nol pada mata pelajaran Matematika. Hal itu dianggapnya tidak wajar.
Selain itu, anaknya juga tidak memiliki nilai sempurna pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Akibatnya anak perempuannya itu tidak naik kelas.
"Poin penting yang kami pertanyakan mengapa anak kami ini mendapatkan nilai nol dan poin turunannya itu menjadi tidak naik kelas. Tapi yang utamanya kenapa sampai dapat nilai nol," kata Danny kepada Tribun melalui sambungan telepon, Senin (5/9/2016).
Danny mengatakan, pemberian nilai nol itu lantaran anaknya tidak masuk sekolah selama tiga minggu. Padahal anaknya tidak masuk bukan tanpa alasan.
Menurutnya, anaknya harus beristirahat selama dua minggu lantaran sakit. Anaknya pun harus mengikuti persiapan olimpiade biologi selama seminggu.
"Makanya kami ajukan KPA karena ini merupakan tindakan kekerasa psikis," kata Danny.
Menurut Danny, pemberian nilai nol itu sangat berdampak kepada anaknya.
Anaknya mengalami depresi, merasa tidak dihargai, sampai tidak ingin melanjutkan sekolah. Sebab, anaknya merasa percuma sekolah jika hanya diberikan nilai nol.
"Itu yang membuat anak saya down, bahkan pernah mencoba bunuh diri, walau masih ada pendampingan kami dan keinginan itu segera kami hilangkan. Itu kenapa kami ke KPA," kata Danny.
Danny mengaku sudah mempertanyakan masalah itu ke pihak sekolah, namun jawabannya tidak memuaskan.
"Kami ingin jalan damai dari pihak sekolah dengan temu wicara, yang sama-sama pada posisi equal (sama rata), selama ini kami merasa tidak equal karena itu keputusan sekolah, tidak bisa diganggu gugat," kata Danny.
Sementara itu, Eriyanti, wali kelas DPR (15) di kelas 10 IPA 3 SMA Negeri 4 Kota Bandung, mengakui pihaknya memberi nilai nol mata pelajaran matematika kepada siswinya anak dari Danny Daud Setiana.
Baca juga: Lapor Polisi, Siswa Ini Tuntut Hak Waris untuk Biaya Sekolah
Menurut Eriyanti, DPR memiliki kebiasaan tidur di dalam kelas. Berdasarkan keterangan yang diperolehnya dari ibu dan DPR, kata dia, kebiasaan itu disebabkan keseringannya begadang lantaran bermain game.
“Ibunya mengakui, jika yang bersangkutan main game sampai malam, otomatis dia kurang tidur, besok paginya di sekolah menjadi mengantuk,” kata Eriyanti kepada wartawan di SMA Negeri 4 Kota Bandung, Jalan Gardu Jati, Senin (5/9/2016).
Eriyanti mengatakan, keterangan itu diperolehnya ketika bertemu dengan ibu DPR pada penerimaan raport di tengah semester kedua.
Ia berbicara kepada ibunya bahwa DPR memiliki kebiasan tertidur ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar.
“Dan ibunya mengatakan anaknya suka membangkang/kontra jadi pengakuannya ada kecemburuan. Karena ibunya lebih memerhatikan adiknya, jadi (DPR, red) tidak diperhatikan. Jadi dia main game. Jadi game pelarian, itu ibunya mengakui,” kata Eriyanti.
Eriyanti pun telah melakukan konfirmasi kepada DPR terkait dengan kebiasaannya bermain game sampai malam. DPR pun, kata dia, mengakuinya.
Kata Eriyanti, kedua orangtua DPR memiliki kesibukan sehingga salah satu putrinya tidak mendapatkan kasih sayang yang semestinya.
“Ibunya juga mengatakan bahwa antara ibu dan ayahnya ada perbedaan sedikit tentang mendidik anaknya. jadi ayahnya sibuk dan ibunya bukan hanya ibu rumah tangga tapi juga mempunyai yayasan pendidikan,” kata Eriyanti.
Secara umum, kata Eriyanti, sifat DPR di kelasnya cukup baik dan mampu mengikuti pelajaran, sehingga dipilih sekolah untuk mewakili olimpiade biologi.
DPR pun cukup dekat dengan rekan sekelasnya meski sikapnya tertutup.
“Mungkin itu karena DPR penah di-bully teman-temannya waktu SD. Pengalaman di-bully ini mengganggu psikis anak itu."
"Di sekolah ini awalnya dia mngisolir diri tapi teman-temannya saya imbau untuk memintanya bergaul dan komunikasi. Akhirnya lama-lama terbuka dan punya sahabat di kelas dan berubah,” kata Eriyanti.
Teuku Muh Guci S / Tribunnews
KOMENTAR