Indonesia kembali mendapat tempat di panggung internasional, dam kali ini berkat kehadiran Eni Lestari di panggung Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Seperti dilaporkan Voice of America, Rabu (21/9/2016), aktivis pekerja migran Indonesia diundang berpidato dalam pertemuan KTT Pengungsi dan Migran di forum Sidang MU PBB di New York.
Eni bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hongkong sejak 1999.
Seperti kebanyakan buruh migran lainnya, ia terpaksa meninggalkan mimpinya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena harus membantu ekonomi keluarganya ketika krisis melanda Indonesia pada akhir 1990-an.
Dalam wawancara Voice of America, Eni menyatakan ia menjadi aktivis karena sebagai buruh migran ia merasa hak-haknya diekploitasi bahkan sebelum berangkat bekerja ke Hong Kong.
Menurut Eni, ia perlu berjuang mewakili nasih 244 juta buruh migran di seluruh dunia.
“Semua migran pasti mengalami eksploitasi, bahkan sampai buruk sekali, jadi korban trafficking, ditipu. Saya juga termasuk korbannya. Saya dibayar tidak sesuai standar dan tidak dikasih hari libur,” ujarnya.
Baca juga: Mencetak Aktivis di Kali Brantas
Perempuan asal Kediri, Jawa Timur ini dipilih berpidato setelah melalui seleksi yang ketat, dari 400 orang yang mengajukan diri, ia terpilih bersama delapan orang lainnya.
Ini bukan kali pertama Eni bicara di PBB, namun ini pertama kalinya ia bicara dalam tingkat sidang umum.
Walaupun mendapat kesempatan berbicara di panggung internasional Eni tidak merasa bangga.
Ia justru berharap kehadirannya di sidang umum PBB tahun ini bisa membuka mata masyarakat dan mempertanyakan sistem di Indonesia yang menyebabkan perempuan-perempuan Indonesia tidak punya masa depan di negerinya sendiri.
“Kami tampil di summit ini karena putus asa, karena bicara dengan pemerintah di level nasional, baik pemerintah negara asal maupun pemerintah negara tujuan, belum tentu mereka mau mendengar,” ujarnya.
Meskipun tidak berharap PBB bisa menyelesaikan masalah ekploitasi buruh migran, Eni yang telah menjadi aktivis selama 15 tahun ini mengaku akan terus melanjutkan perjuangannya.
Sebagai ketua International Migrants Alliance, Eni akan menindaklanjuti rencana PBB terkait rancangan sejumlah kesepakatan internasional terkait nasib migran.
Ia juga mendesak pemerintah RI untuk memperlakukan buruh migran selayaknya manusia, bukan hanya data atau angka apalagi hanya sebagai sumber devisa.
Menurut catatan Departemen Ketenagakerjaan RI, saat ini ada enam juta lebih TKI di seluruh dunia.
Pascal S Bin Saju / Kompas.com
KOMENTAR