Hidup sebatang kara. Tinggal di rumah reot, sebagian atap ambruk, dan sangat kumuh.
Itulah kehidupan yang sehari-hari dijalani oleh seorang nenek lanjut usia bernama Asmo Welas Asih (86) di kampung Nambangan, RT 7 RW 20, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah.
Matanya berbinar-binar, senyumnya menyungging, tatkala seorang jurnalis datang ke rumahnya membawa sebungkus nasi untuk makan siangnya, Jumat (23/9/2016) siang.
"Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan Anda," ucapnya menggunakan bahasa Jawa.
Mbah Asmo, sapaan akrabnya, sudah bertahun-tahun tinggal sendiri di rumah yang tidak layak huni itu. Sekitar dua minggu yang lalu, atap rumah bagian belakang ambruk akibat termakan usia dan hujan deras beberapa hari terakhir.
Tampak kayu-kayu penyangga, genting, batu bata, masih berserakan bersama dengan perkakas dapur yang sudah sangat kumuh.
Di sudut ruang depan ada dipan (tempat tidur kayu) yang biasa dipakai Mbah Asmo tidur. Hanya dipan itulah satu-satunya tempat yang paling nyaman untuk Mbah Asmo.
Tempat tidur berada di bawah atap genteng yang masih utuh sehingga ia bisa berlindung dari panasnya matahari dan dinginnya guyuran hujan. Ia rela bersisihan dengan selimut dan guling lusuh serta barang-barang usang.
Di sudut ruangan lainnya, hanya ada lemari dan kursi usang, serta tumpukan kayu-kayu tak terpakai. Sampah botol bekas minuman, plastik, hingga kotoran tikus, berserakan di lantai yang becek. Aroma tidak sedap tercium di sudut ini.
"Kalau tidur malam, sembahyang, ya hanya di sini. Kalau hujan ya banjir, saya cuma duduk di sini karena (ruangan) lainnya sudah tidak bisa dipakai," tutur Mbah Asmo.
Rumah Mbah Asmo yang berkukuran sekitar 4x5 meter itu hanya diterangi oleh satu lampu kecil. Aliran listriknya dari tetangga sebelah rumah. Apabila hendak mandi atau buang air kecil, Mbah Asmo harus menimba air di sumur milik tetangga tidak jauh dari rumahnya.
Mbah Asmo yang asli Muntilan, Kabupaten Magelang, itu menceritakan, dirinya tinggal di rumah tersebut sejak menikah dengan Asmo Marsin puluhan tahun silam. Sejak suaminya meninggal sepuluh tahun lalu, ia hidup sebatang kara karena tidak memiliki anak kandung.
KOMENTAR