Gedung perkantoran yang megah, berfasilitas lengkap, dan memiliki pendingin ruangan yang nyaman seringkali dianggap tempat paling ideal untuk bekerja. Ironisnya, didalam sana lah kesehatan mayoritas pegawai sering terganggu. Sindrom ini disebut sick building syndrome (SBS).
Apa penyebabnya?
Istilah non-medis ini biasanya dipakai untuk menggambarkan serangkaian gejala atau keluhan yang dialami penghuni gedung karena terpapar zat kimiawi, fisik, atau biologis dalam jangka waktu lama.
Dalam banyak kasus, SBS tak hanya terjadi di gedung perkantoran, tapi juga di sekolah, rumah sakit, dan apartemen. Keluhan terutama lebih sering muncul pada bangunan baru, yang hemat energi di mana jendela selalu tertutup rapat dan terbatas dari pasokan udara segar. Darimana saja asal keluhan tersebut berasal?
1. Karbon monoksida
Karyawan yang bekerja di lingkungan berisiko tinggi, terutama di dalam garasi parkir atau bongkar-muat dermaga, mungkin menghirup lebih banyak karbon monoksida yang dibawa ke gedung melalui ventilasi udara, jalur udara segar seharusnya masuk.
Baca: 8 Kebiasaan Agar Tak Gampang Sakit Ini Perlu Anda Tiru
2. Asap rokok
Jika perokok mengobrol di luar ruangan tepat di sebelah ventilasi asupan udara, masih mungkin untuk pekerja di dalam gedung “kebagian” menghirup asap rokok melalui sistem ventilasi.
3. Ozon dari mesin kerja
Printer dan mesin fax memancarkan ozon, seperti halnya mesin fotokopi, dan seringnya berada di ruangan tertutup yang dapat bercampur dengan bahan kimia organik lainnya di tempat kerja.
4. Cairan pembersih
Pembasmi hama menyemprotkan pestisida yang mungkin menempel berlama-lama di karpet. Produk pembersih lantai dan kaca yang disemprotkan di malam hari menambah isian “gado-gado” uap bahan kimiawi dan dan alergen dan patogen udara, seperti virus, bakteri, jamur, spora, dan protozoa yang terperangkap di ruangan.
5. Pintu masuk
Pintu putar menyedot knalpot mobil dan rokok asap dari orang-orang merokok di luar; upaya renovasi mengoper debu konstruksi, uap cat, dan uap gas beracun dari karpet baru.
Baca: 15 Makanan yang Meningkatkan Kekebalan
6. Tak ada ventilasi terbuka
Jika Anda seperti kebanyakan pekerja kantor, Anda tidak dapat membuka kaca jendela karena jendela bangunan kantor pada umumnya didesain tersegel. Kemungkinan mengalami SBS bahkan bisa lebih tinggi jika Anda bekerja di pekerjaan rutin yang melibatkan menggunakan layar monitor.
Dan bahkan jika udara dalam ruangan Anda tidak tercemar, Anda mungkin tidak mendapatkan cukup udara segar.
The American Society of Heating, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers, dilansir dari Health Day, merekomendasikan sistem ventilasi ruangan untuk memompa hingga sebanyak 570 liter udara segar per menit untuk setiap orang di ruang kantor.
Sayangnya, operator bangunan hanya memompa 140 liter udara segar per menit. Hal ini tak jauh beda dengan kondisi didalam pesawat jarak jauh.
Bedanya, penerbangan jarak jauh hanya berlangsung beberapa jam dan kualitas udaranya lebih terkontrol, sementara Anda mungkin menghabiskan sampai 10 jam sehari di terperangkap di tempat kerja menghirup udara buruk.
Baca: Efek Kurang Tidur yang Memengaruhi Produktivitas
Tanda dan gejala sick building syndrome (SBS) adalah, namun tidak terbatas pada, sebagai berikut:
Baca: Ini Aturan Jika Anda Ingin Membawa Anak ke Kantor
Gejala SBS pada individu bisa berbeda-beda, tergantung kondisi tubuh tiap orang. Gejala biasanya membaik atau menghilang sama sekali begitu Anda keluar dari gedung (saat makan siang, misalnya) dan seringnya kembali begitu Anda kembali memasuki gedung.
Tidak ada pengobatan spesifik yang terbukti untuk sick building syndrome. Namun, ada sejumlah langkah yang dapat Anda ambil di tempat kerja untuk membantu mencegah gejala SBS, yaitu:
Baca: Ingin Lebih Produktif, Saatnya Merapikan Meja Kerja
Jika SBS kian lama menjadi masalah besar yang dialami tiap karyawan, sebaiknya hal ini didiskusikan dengan atasan. Ambil bukti gambar dari langit-langit yang berjamur, bocor, dan berubah warna, misalnya, atau furnitur yang tidak layak pakai.
Sebab SBS secara langsung mampu memengaruhi produktivitas karyawan.
Penulis | : | nova.id |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR