NB (17), seorang siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kapuntori, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, mengalami trauma berat setelah dianiaya kepala sekolahnya, Muliadi, sekitar dua minggu lalu, Senin (21/11/2016).
NB menjelaskan, kejadian ini bermula saat ia berkelahi dengan teman sekolahnya karena masalah dendam lama yang belum terselesaikan.
“Saya dipanggil Pak Bahar (salah seorang guru) di kantor menghadap ke kepala sekolah. Mulai dari teras kantor, saya mulai dipukuli. Dia (kepala sekolah) pukul kepalaku, tendang di belakangku, pukul di mukaku,” kata NB, Minggu (4/12/2016).
Muliadi berhenti memukuli NB setelah seorang guru lainnya yang melihat peristiwa tersebut menegurnya. NB mengaku tak mengetahui alasan pemukulan yang dilakukan kepala sekolah tersebut.
“Nanti ada ibu Nurmiati yang tegur baru dia tidak dipukul lagi. Setelah itu saya dengan Amir diguling di lapangan dan kemudian saya diobati. Leher saya bengkak, belakang saya memar dan di bawah mataku berdarah,” ujarnya.
Baca juga: Gadis Ini Dianiaya Pacarnya Usai Dicabuli, Lalu Ditelantarkan
Pihak keluarga menunggu penjelasan dan permintaan maaf dari kepala sekolah akibat peristiwa tersebut. Namun karena tak ada itikad baik, sehingga keluarga korban melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Kapuntori.
Secara terpisah, Kapolsek Kapontori, Ipda Marcel Prasetya saat dikonfirmasi membenarkan peristiwa tersebut, dan korban sudah membuat laporan. Pihaknya telah memeriksa saksi-saksi.
“Pak guru terduga dipanggil Selasa untuk dilakukan pemeriksaan. Kasus seperti ini dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 80 ayat 1 ancaman hukuman maksimal 3 tahun 6 bulan penjara,” ucap Marcel.
Saat ini, pihaknya belum bisa memastikan apakah akan menahan terlapor atau tidak jika statusnya dinaikkan sebagai tersangka. Karena hingga saat ini, terlapor masih kooperatif.
Sementara itu, kepala sekolah, Muliadi, melalui kuasa hukumnya, La Nuhi, mengatakan, pihaknya menghormati upaya hukum yang dilakukan korban. Namun begitu, pihaknya masih menginginkan persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan.
"Silakan saja diproses hukum, tapi saya sebagai kuasa hukum terlapor menginginkan perdamaian. Orangtua korban tadi sudah bicara dengan pengacaranya mau ingin terlapor itu datang ke rumahnya," tutur La Nuhi.
Defriatno Neke / Kompas.com
KOMENTAR