"Minimal kita harus minum 8-10 liter air per hari dan bergerak harus perlahan untuk mengatasi masalah penyakit ketinggian," ujarnya.
Dalam pendakian, asupan makanan juga sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh. Pendaki harus mengonsumsi makanan 15.000 kalori setiap makan. Jenis makanannya biasa saja, tapi semua instan dalam bentuk kaleng.
Wahyu Chrismadjati, ayah Mathilda, tak kuasa menahan tangis di detik-detik kepergian anaknya untuk melanjutkan sebuah misi besar.
Wahyu mengaku ada kekhawatiran bercampur resah tiap kali Mathilda melakukan pendakian.
"Mathilda memang terinspirasi Wissemu. Saat dia ingin terlibat dalam misi, saya izinkan karena ada kemauan yang kuat," kata Wahyu sambil menyeka air mata.
"Kalau nanya perasaan, rasa khawatir pasti ada. Apalagi mengingat yang terakhir di Aconcagua itu, kita mengikuti terus perjalanan mereka melalui monitor yang bisa kita pantau. Ada saat tertentu yang pada saat itu ada rentang waktu enggak bergerak, di situ kita mulai khawatir ada apa ini. Kita terus berdoa dan mereka berhasil," kata dia.
Kekhawatiran Wahyu itu tenggelam oleh tekad besar Mathilda. Ia pun mendukung penuh langkah Mathilda untuk meraih cita-citanya berburu puncak gunung dunia.
"Di satu sisi ada khwatir, ada juga kebanggaan. Demi menancapkan merah-putih di puncak gunung, kita sudah merelakan dengan sepenuh hati agar mereka bisa berjalan dengan lancar. Saya percaya saja sama Tuhan," kata dia.
Petualangan keduanya akan dimulai pada 21 Desember 2016. Keduanya optimistis bakal menaklukkan Gunung Vinson Massif untuk mendekatkan diri sebagai wanita pertama di Asia Tenggara yang sukses menaklukkan Seven Summits.
Dendi Ramdhani / Kompas.com
KOMENTAR