Nama Anya Dwinov mendadak ramai gara-gara transasksi jual beli rumah yang dilakukannya berujung di meja hijau. Anya digugat secara perdata oleh seseorang bernama Alida Baynizar yang menganggapnya tidak transparan dalam transaksi pembelian rumah seharga Rp 2 miliar di kawasan Bekasi, Jawa Barat.
Masalah bermula pada 2013 lalu, saat Anya Dwinov melakukan kesepakatan jual-beli sebuah rumah di atas areal tanah seluas 900 meter persegi di kawasan Jaka Permai, Bekasi, Jawa Barat. Penjualnya Alida dan dua saudara kandungnya selaku ahli waris.Dari penawaran awal sebesar 2,5 miliar rupiah, Anya mengaku melakukan penawaran hingga tercapai kesepakatan di angka 2 miliar rupiah.
Proses pun berlanjut ke notaris dan pihak bank. Anya Dwinov memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran selama 4 tahun dan sudah berakhir pada Maret 2016. Namun, pada Juni 2016, artis 34 tahun itu dikejutkan oleh gugatan yang diajukan Alida ke PN Bekasi. Bukan hanya Anya, Alida juga menggugat dua saudaranya, pihak Notaris, Bank, dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Bekasi.
Alida Baynizar melalui kuasa hukumnya, Junaedi Manurung, menilai ada kejanggalan dalam proses jual-beli. Junaedi menyatakan, harga jual rumah seharusnya 2,5 miliar rupiah. Bukan 2 miliar, seperti tercantum di Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
"Pada saat itu juga klien saya menyatakan batal dan surati pihak BPN untuk tidak proses," kata Junaedi, saat dihubungi wartawan usai sidang lanjutan yang digelar di PN Bekasi.Junaedi menambahkan, kliennya sempat meminta salinan PPJB, namun tidak diberi. "Dari notaris tidak diberi, padahal itu adalah hak," tambahnya.
Argumen Junaedi dibantah oleh Anya Dwinov. Menurut Anya, 2,5 miliar rupiah hanya merupakan angka penawaran yang diajukan Alida. Bukan kesepakatan akhir. "Ini ada surat penawaran rumah yang ditulis tangan dan ditandatangan oleh penggugat di atas materai," bilang Anya sambil menunjukkan selembar kertas yang dia maksud.
Anya Dwinov heran dengan gugatan yang dialamatkan kepadanya. Sebab, semua prosedur sudah dia lalui. Bahkan melibatkan pihak-pihak terkait yang memang diberi wewenang oleh negara.
"Sebenarnya sederhana aja, tidak akan mungkin kredit itu turun (dari Bank) kalau ada sengketa. Tidak akan mungkin akta perjanjian otentik Notaris bisa terwujud kalau ada permasalahan. Nah, kalau dua hal itu sudah terwujud, berarti semua nggak ada masalah. Masalah itu 'diciptakan' setelah semua berjalan. Dan yang aku bingung, kenapa diterima ya sama pengadilan?" Anya Dwinov mempertanyakan.
Anya Dwinov sendiri berharap mendapat keadilan pada sidang putusan yang rencananya digelar pada 29 Maret 2017 mendatang.
Penulis | : | Tumpak |
Editor | : | Swita Amallia Alessia |
KOMENTAR