Kehilangan orang yang kita kasihi karena penyebab apapun akan membutuhkan proses untuk melewati masa berdukacita. Termasuk juga untuk pulih dari rasa sedih itu.
Apalagi bila kepergian orang tersebut karena tindakan bunuh diri.
Seperti yang terjadi belum lama ini dimana seorang suami memilih gantung diri dan direkam di media sosial akibat depresi yang dialaminya.
Baca: Cekcok dengan Istri, Pria Ini Bunuh Diri Secara Live di Akun Facebook
Mengapa seseorang sampai ada perasaan ingin mati?
Sepertinya sampai kita juga berada dalam posisi yg sama, kita akan sulit memahami mengapa seseorang sampai punya keinginan untuk mati.
Tapi, secara umum alasan mengapa sesorang ingin bunuh diri disebabkan karena depresi.
Ini adalah akumulasi dari perasaan menderita yang sangat dalam dan merasa tidak punya harapan lagi untuk bebas dari perasaan atau keadaan tersebut.
Penderita mengalami gangguan psikotik (memiliki waham/delusi, mendengar suara yang menyuruhnya untuk bunuh diri).
Cenderung impulsif dan tidak dapat mengendalikan tindakannya. Terkadang ia juga ingin mendapat pertolongan namun tidak tahu bagaimana cara mendapatkan pertolongan itu.
Orang depresi umumnya memiliki alasan yang bersifat filosofis atau rasional. Misalnya, mengalami penyakit yang sudah pada tahap akhir dan tak dapat disembuhkan.
Namun, dalam kasus orang yang bunuh diri, biasanya sebelumnya ia sudah pernah mengemukakan keinginannya atau sudah pernah melakukan usaha untuk bunuh diri, sebelum akhirnya benar-benar berhasil.
Baca: Manajer JKT48 Bunuh Diri, Motif Belum Diketahui
Menurut Aurora Lumbantoruan, Psi, “Perkataan ingin mati atau bunuh diri maupun usaha yang gagal untuk bunuh diri seringkali juga merupakan wujud dari keinginannya untuk masih mendapat pertolongan.”
Pada kasus bunuh diri, tampak ada jeda antara pesan terakhir hingga ia benar-benar melakukan usaha bunuh diri, yang mungkin berasal dari keinginannya untuk mendapat pertolongan, atau perhatian yang dapat membantunya mengurungkan niatnya
Namun tampaknya, ia merasa tidak mendapatkan pertolongan yang ia harapkan, ataupun reaksi dari orang yang mungkin ada dalam jaringan pertemanan di facebooknya, yang dapat mengurungkan niatnya.
Baca: Hindari Bunuh Diri, Begini Cara Mengenali dan Menangani Depresi Wanita
Psikolog yang praktik di Klinik Advent Jakarta ini juga mengungkapkan berbagai perasaan yang muncul setelah ditinggalkan orang terdekat dengan cara bunuh diri tersebut.
Di antaranya :
1. Rasa bersalah
Terpikirkan apakah ada hal - hal yang terlewat dari perhatiannya, atau perasaan seharusnya bisa mencegah suami melakukan bunuh diri
2. Malu
Karena ditinggal pergi dengan cara yang demikian
3. Marah
Sebenarnya rasa marah wajar timbul ketika mengalami ditinggalkan oleh orang yang dikasihi.
Misalnya sejak kecil ditinggal meninggal oleh sang ayah mendadak karena sakit.
Namun, rasa marah karena ditinggal dengan cara bunuh diri bisa jadi lebih berat/sulit untuk diredakan.
4. Rasa terbebas (relief)
Terutama karena sebelum akhirnya terjadi, keluarga atau teman sudah mengalami berbagai emosi negatif dalam interaksi dengan pelaku bunuh diri.
Misalnya, berkali-kali masuk rumah sakit atau mengalami konflik yang seperti terus menerus.
Namun, perasaan relief pun bisa juga kembali menjadi perasaan bersalah atau malu karena sepertinya merasa terbebas adalah sutau perasan yang salah/tidak seharusnya.
Perasasan-perasaan tersebut wajar saja muncul dalam hati istri atau orang terdekat lainnya yang ditinggalkan.
Baca: Maraknya Kasus Bunuh Diri, Hati-hati! Wanita Lebih Rentan Depresi
Untuk memulihkannya, menurut Aurora, perasaan-perasaan bersalah atau marah dapat menjadi proses yang panjang.
Namun, setelah mampu menerima, memperoleh dukungan keluarga, sahabat dan teman, atau melakukan konseling, maka orang terdekat yang ditinggalkan dapat mulai menentukan untuk mengenang suami dengan emosi-emosi lain yang pernah dimiliki bersama suami.
“Bukan saja dengan perasaan bersalah atau marah, terutama karena itu sudah terjadi.”
Selain itu, mereka yang ditinggalkan juga dapat memetik hikmah dari peristiwa tersebut, menemukan adanya perubahan pola pikir atau perasaan dalam memaknai hidup yang dijalani, atau untuk memusatkan perhatian pada kesejahteraan dan juga proses berduka yang akan dialami oleh anak–anak.
Pemulihan ini juga bisa dengan segera kembali pada rutinitas sehingga dirinya dapat berfungsi normal seperti sebelum kejadian, dapat berbaur dengan normal, dan mengerjakan tugas atau tanggung jawabnya sehari-hari.
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR