Butuh waktu 10 menit untuk menunggu si empunya gubuk untuk muncul setelah pintu diketuk.
Nenek dengan tubuh bungkuk membukakan pintu dengan senyum mengembang dari wajah ramah.
Sebuah tongkat dipegangnya untuk menyangga tubuh.
Gigi hitam dan kotor menghiasi senyumnya.
Sesekali sengal nafas terdengar ketika dia mempersilakan para tamunya masuk.
"Saya sakit batuk-batuk dan agak sesak nafas," kata Sriyati (90) yang mengenakan kemben jarik.
Perabotan bekas botol minuman plastik, toples plastik, termos, gelas dan teko usang berserakan di lantai tanah.
Sejumput nasi dan tempe goreng sisa makanan yang telah berjamur masih ada di sebuah piring yang menumpuk bersama perabotan bekas lainnya.
Aroma apek, pesing dan sisa kotoran manusia menyelimuti gubuk yang tidak berjendela itu.
Gubuk itu hanya berukuran 5x3 meter.
Di bagian paling belakang tidak ada jamban, tidak ada pula air untuk kebutuhan MCK.
Tepat di samping gubuk, ada perkebunan kecil. Di sanalah, Sriyati kerap buang hajat.
Lalu, bagaimana nenek Sriyati menghidupi dirinya? Ini lanjutan kisahnya...
Penulis | : | nova.id |
Editor | : | Swita Amallia Alessia |
KOMENTAR