Berawal dari keprihatinan karena buah pala yang berlimpah di sekitar lingkungan tempat tinggal hanya diolah menjadi manisan pala, kini Wida sukses berbisnis sirup dan minuman dari buah pala. Bukan hanya enak, minumannya membuatnya banyak didatangi tamu dari luar daerah yang ingin belajar mengolah pala.
Setelah menyelesaikan sekolah, Wida Winingsih sempat merintis usaha bersama 15 rekannya. Namun usaha tersebut tidak dapat dikategorikan sukses. Tergelitik dengan kondisi usaha yang dirintisnya serta adanya dorongan untuk dapat bermanfaat bagi lingkungan, Wida yang lahir dan tinggal di Bogor ini berniat mengabdikan diri untuk pengembangan usaha masyarakat sekitar.
Ia kemudian diminta menjadi penyuluh pertanian swadaya oleh Dinas Pertanian. “Meski sebetulnya tidak menguasai pertanian, tak ada salahnya saya mencoba,” kata wanita kelahiran tahun 1982 yang memilih bidang pengolahan. Ia melihat potensi pala sangat besar. Apalagi, di Dramaga, yang diambil adalah bijinya, dagingnya dibuang begitu saja di bawah pohon. Pala untuk manisan, karena butuh daging yang masih bulat, justru mengambil dari Sukabumi.
Suatu hari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bogor mengadakan pelatihan untuk mengembangkan potensi pala. Di Dramaga, produksi pala bisa mencapai 25 ton. Di pelatihan, Wida memilih membuat sirup. “Saya pilih sirup karena bisa dinikmati semua usia dan kadar gulanya jauh lebih rendah dibanding manisan. Saya juga ingin membuktikan bahwa pala juga enak, kok.”
Mulailah ia fokus membuat sirup pala sebagai usaha. Ia lalu membeli daging pala dengan harga Rp300 per kilogram. Pada awalnya pemasaran hasil produksi pala hanya memanfaatkan jaringan yang sudah ada. Ia juga bekerja sama dengan instansi terkait Kabupaten Bogor untuk mengenalkan sirup pala buatannya yang akhirnya sering diajak ikut pameran.
Ia juga berkonsultasi ke IPB untuk komposisi bahan. “Pendeknya, saya bermodal bawel karena tidak punya latar belakang di bidang itu,” lanjut wanita yang berlatar belakang pendidikan SMK jurusan Akuntansi. Wida bersyukur IPB bersedia membantu memfasilitasi ke Pemda untuk bantuan permodalan untuk membeli alat dan bahan baku.
Ganti Kemasan
Wida memilih learning by doing saja sambil terus membagikan sirup buatannya. Setelah percobaan selama dua tahun, Wida akhirnya bisa menemukan komposisi yang pas seperti sekarang. “Alhamdulillah, banyak orang yang suka,” tambahnya.
Kepercayaan diri Wida pun mulai tumbuh. “Saya pikir benar juga. Kalau dibuat minuman kemasan akan lebih praktis diminum,” kata Wida yang 1-2 tahun belakangan mulai memproduksi minuman pala.
Sayang, modalnya sudah habis untuk melakukan percobaan. Yang tersisa hanya resep. Waktu itu, Wida mulai memproduksi minuman mulai dari 20 kg pala yang diolah menjadi 100 botol. Mau ada yang beli atau tidak, ia tetap memproduksi. Wida meminta petani untuk menyuplai pala yang sudah dibersihkan.
Dapat Pinjaman
Ketika penjualan baru laku 120 botol, Pemkab Bogor memesan 4.000 botol minuman untuk acara ulang tahun kota. “Waktu itu saya pusing bagaimana mencari modal kerja untuk memenuhi pesanan tersebut. Beruntung, ketika ada sosialisasi KUR dari Bank BRI di Kab Bogor, saya ikut,” lanjut Wida yang kemudian mengajukan proposal KUR pada 2015.
Alhamdulillah, Wida awalnya pinjam sebesar Rp 15 juta di Bank BRI dan cair bersamaan dengan datangnya pesanan. Uang tersebut ia gunakan sebagai modal untuk memenuhi pesanan 4.000 botol dan biaya produksi reguler.
“Meminjam ke Bank BRI sangat bermanfaat. Saya jadi lebih giat bekerja. Saya juga jadi lebih percaya diri karena itu berarti bank percaya pada saya. Bahkan Bank BRI juga memberikan pendampingan pada organisasi UKM yang saya pimpin,” katanya.
Syukurlah, usahanya berkembang sejalan kemitraan dengan Bank BRI. Pada saat pinjaman sudah lunas, ia bisa meminjam lagi ke bank yang sama sampai saat ini. Di samping kredit untuk menambah modal usaha, ia juga sangat terbantu dalam pengelolaan keuangan melalui Tabungan BRI Simpedes sehingga keluar masuk uang tercatat dan dapat bertransaksi di mana saja.
Untuk pemasaran, Wida lebih memilih pasar lokal seperti warung dan toko di sekitar tempat tinggalnya, juga koperasi sebuah perusahaan otomotif. Kecamatan pun ikut membantu memasarkan produknya. Penjualan juga merambah ke luar kota, termasuk Bandung dan Subang. Juga lewat online antara lain Instagram @Sagala Pala. Ia juga pernah diajak Kab. Bogor untuk ikut pameran di JI Expo Jakarta tiga tahun lalu.
“Alhamdulillah penerimaan masyarakat cukup baik. Tahun lalu saya kembali diajak ikut JIExpo, kali ini oleh BANK BRI. Bahkan, saat pameran itu, ada pembeli dari Maluku mengajak kerjasama.”
Wida tidak mau menitipkan produknya ke toko-toko besar, apalagi supermarket, karena modal jadi tertahan di sana. “Saya yakin produk saya ini akan jadi incaran suatu saat nanti, jadi saya urus HAKI-nya. Saya sedang mengurus merk, akta notaris perusahaan.”
Berani Diadu
Soal rasa, Wida berani mengadunya dengan minuman pala lain yang ada di Bogor. Karena menggunakan pala asli, penjualan pun meningkat cepat. Sekarang ada tiga varian minuman pala yaitu sirup, minuman biasa, dan minuman premium. Yang terakhir ini menggunakan gula tapioka.
Dalam sebulan Wida mampu memproduksi 5.000-6.000 botol dengan harga minuman Rp5.000 - Rp6.000, Rp10.000 - Rp12.000 untuk minuman premium, dan sirup Rp15.000 per botol. “Keuntungan saya pakai untuk memutar modal sehingga jumlah produksi makin besar,” katanya. Untuk meningkatkan mutu minuman, ia menjalin kerja sama dengan beberapa pihak antara lain IPB.
Agar usaha makin berkembang, Wida juga rajin membuka dan memelihara link. Selain itu ia konsisten menjaga kualitas produk sehingga pembeli percaya. Pala Q awet sampai lima bulan di kulkas dan tahan 1-2 bulan di suhu ruang. Untuk sirup, di kulkas bisa awet sampai setahun.
Pala Q rupanya menarik perhatian banyak orang dari luar kota. “Saya sering menerima tamu dari berbagai daerah penghasil pala termasuk Papua, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, yang ingin melakukan pelatihan di tempat saya. Ada juga hotel yang minta dipasok secara curah.”
Kini, selain membesarkan usaha Pala Q, Wida bercita-cita membuat Rumah Pala. “Semua olahan pala dibuat di sana dan juga sebagai belajar mengolah pala untuk umum. Lima tahun mendatang, saya targetkan bisa membranding pala sebagai identitas Kab. Bogor sekaligus bisa jadi oleh-oleh Kab. Bogor,” katanya.
KOMENTAR