Tentu saja dalam kondisi tersebut, kepercayaan sebagai pondasi kokohnya pernikahan menjadi luntur.
Dalam sekejap, rasa percaya itu menurun ke titik terendah.
Sebagai perempuan, kita memiliki pilihan-pilihan berikut:
1. Pertahankan dan Lakukan Ini
"Jika kita yakin perkawinan ini berharga untuk dipertahankan, tak ada pekerjaan berat. Yang pertama harus dilakukan, beri keyakinan di dalam benak suami, ia adalah kepala keluarga, yang sangat kita harapkan bisa menjadi pelindung istri dan anak," ujar Rieny.
Hal ini akan semakin mudah dilakukan jika kita sudah tinggal terpisah dan bebas dari campur tangan orang tua.
(Baca: Penyebab Pasangan Memilih Tinggal bersama Mertua)
Berpisah dari orang tua akan membuat Anda punya kebutuhan untuk mengatakan padanya:
"Jangan lama-lama di kantor, Pa, aku kan cuma berdua dengan anak kita."
Dengan begitu, pelan tapi pasti rasa tanggung jawab sebagai kepala keluarga akan tumbuh.
Awalnya, ia pasti merasa dipaksa untuk mandiri dan memikul tanggung jawab.
Tapi, dengan memberinya apresiasi dan rasa hormat atas upayanya, sering memuji dan meyakinkan dia, kita pun akhirnya bahagia karena akhirnya hidup bertiga saja.
Rasa bangganya pun tumbuh dengan sehat.
(Baca; Selain Komunikasi dan Keuangan, Faktor Satu Ini Tentukan Kebahagiaan Suami Istri)
2. Terlalu ‘Lelah’ dan Ingin Berpisah
Tetapi, bila tak satupun kita merasakan manfaat dari kelanjutan perkawinan ini karena sudah lelah dengan penyakit kronis suami, pastikan sebelumnya kita sudah mengajaknya berdiskusi.
Jangan sekali-sekali mengambangkan masalah, karena ini hanya akan membuat kita jatuh-bangun oleh ulah suami.
"Terlalu lama begini akan meruntuhkan harga diri, masa depan sekaligus kebahagiaan kita dan anak-anak," ujar Rieny lagi.
(Baca: Wah, Raffi Ahmad Pernah Diisukan Gugat Cerai Nagita Slavina, Ini Penjelasan Hotman Paris)
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR