Warganet diramaikan dengan kasus perundungan yang dilakukan di sebuah universitas di Jakarta dan juga kasus yang dilakukan oleh segerombolan anak SMP di Thamrin City, Jakarta.
Kasus perundungan yang seolah tak ada hentinya ini semakin menambah citra buruk dunia pendidikan yang dianggap gagal mengedukasi anak didiknya.
Dibutuhkan pendampingan khusus bagi korban bullying, agar tak mengalami trauma dan bisa kembali bersosialisasi dengan lancar.
Sementara itu, menurut Astrid WEN, M.Psi., korban perundungan memang memiliki kelemahan dan keterbatasan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di lingkungannya.
“Karena itulah para pelaku bullying bisa melakukan kekerasan atau menindas,” jelasnya.
Menurut pendiri dari Pion Clinician ini, sebenarnya para pelaku perundunganlah yang butuh belajar bersosialisasi dan berkomunikasi.
“Para pelaku bullying ini butuh belajar sosialisasi dan komunikasi, karena mereka tak memiliki kemampuan berempati dengan lingkungannya,” tambahnya.
(Baca juga : Tangisan Ibunda Farhan, Anak Berkebutuhan Khusus Korban Bullying)
Kemampuan berempati dengan lingkungan tersebut tak hanya sebatas kemampuan komunikasi saja, namun juga menjalin hubungan dengan positif, menghormati, serta dengan kasih sayang.
Astrid menjelaskan, bullying sendiri merupakan perilaku yang terus terjadi dan berputar yang bisa bersumber dari keluarga atau lingkungan terdekat.
“Mereka menganggap bahwa menindas itu sesuatu yang wajar atau lucu, dan didiamkan,” tuturnya.
(Baca juga : Perbedaan Gaya Mendidik Anak ala Orang Barat dan Timur, Sudah Tahu? )
Solusi yang paling tepat bagi para pelaku perundungan, menurut Astrid, adalah dengan dengan pemberian sanksi.
“Harus ada sanksi berat, panggil orangtua, lalu berikan masa percobaan untuk mengatur perilakunya, sebelum akhirnya diberikan sanksi yang lebih berat, yaitu dikeluarkan dari lembaga pendidikan,” pungkasnya.
Penulis | : | Dionysia Mayang |
Editor | : | nova.id |
KOMENTAR