NOVA.id - Menteri Perdagangan ( Mendag) Enggartiasto Lukita memaparkan mengapa saat ini keberadaan warung hingga pasar tradisional semakin tersaingi dengan masifnya kehadiran ritel modern maupun mini market hingga supermarket.
Mendag mengatakan, setidaknya ada bebera faktor utama yang menjadi sebab tergerusnya warung maupun pasar tradisional.
"Kenapa dia tidak berkembang dan kalah bersaing, paling tidak ada tiga hal. Pertama, dia tidak mendapatkan akses pada sumber barang dengan harga yang sama," ujar Mendag Enggartiasto saat diskusi Ngobrol Pemerataan Ekonomi di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (4/10).
Baca juga: Kisah Wiwin Membantu Satu Desa untuk Kembangkan Usaha Warung Sembako
Menurut Mendag, selama ini pelaku usaha kecil baik warung dan pedagang pasar tradisional membeli barang dagangnya lebih mahal dari pada pelaku usaha besar.
"Kenapa ini bisa terjadi? Pasar ritel modern dia membeli dalam jumlah besar dan kontrak jangka panjang sehingga harga jauh lebih murah. Sedangkan pasar tradisional dan warung, dia beli eceran dan belinya sudah tangan ketiga, dan keempat sehingga pasti lebih mahal," jelasnya.
Kemudian, selain persoalan tersebut, pedagang pasar dan pelaku usaha warung tradisional juga kerap kesulitan mendapatkan akses permodalan untuk meningkatkan kapasitas maupun daya saing usahanya.
Baca juga: Sarwendah Pilih Beli Ikan di Pasar Tradisional daripada Supermarket
"Kedua, pasar tradisional dan warung dia tidak punya akses modal," jelas Mendag.
Menurutnya, sekalipun mendapatkan permodalan, pedagang pasar dan pelakub usaha warung mendapatkan pinjaman yang tidak wajar, dan memiliki bunga yang besar, sebab, pinjaman tersebut bukan dari perbankan atau lembaga keuangan.
"Ditambah lagi, pasar tradisional itu becek dan bau. Warung juga dalam kondisi tempat penjualan yang sangat tradisional dan penampilannya semuanya serba terbatas," papar Mendag.
Baca juga: Tips Cermat Berbelanja Oleh-oleh Saat Traveling
Source | : | https://www.kompas.com |
Penulis | : | Amanda Hanaria |
Editor | : | Amanda Hanaria |
KOMENTAR