Sindikat TPPO seperti penyakit menular yang mewabah. Korbannya bisa mencapai ribuan orang serta selalu menyasar anak di bawah umur dan mereka yang kebingungan mencari kerja.
Seperti Rabitah dan Juliani yang masih di bawah umur terjerat iming-iming calo atau tekong yang juga adalah tetangga mereka sendiri.
Keinginan lari dari kemiskinan seolah menjadi pilihan terakhir menitipkan nasib ke negeri orang lewat tangan tekong.
Rabitah dan Juliani, kata Pujiwati, adalah jalan membongkar sindikat perdagangan orang di NTB.
Baca juga: Kisah Empat WNI Korban Perdagangan Manusia dan Dijadikan PSK di Malaysia
Ia mengaku sulit menjerat calo TKI karena selalu bisa lepas dari jerat hukum karena bukti yang kurang atau korban yang enggan melapor dan tak mau memberi kesaksian.
“Mereka tereksploitasi dan tak menyadari bahwa itu bahaya besar untuk mereka sehingga kerja aparat dan pemerintah akan berat,” kata Puja.
Pujawati mengatakan, pihaknya menjerat kedua tersangka denga Pasal 10 dan Pasal 11 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Baca juga: Takut Uang Habis Karena Nabung? Gunakan Cara Ini Deh!
Jerat pasal itu didasari kejahatan tersangka dalam perekrutan, modus TPPO, dan eksploitàsi. Tersangka juga membantu pemalsuan dokumen.
Misalnya tahun kelahiran Rabitah yang sebenarnya tahun 1992 diubah menjadi 1985.
Juliani dipalsukan juga tahun kelahirannya, yang semula 2005 menjadi tahun 1988, dengan alamat palsu.
Mengintip Isi Buku "Cabai Kering pada Khazanah Masakan Melayu", Ada Resep Sambal Bilis hingga Otak-otak
Penulis | : | Amanda Hanaria |
Editor | : | Amanda Hanaria |
KOMENTAR