Dr. Siska menjelaskan, pada tahun 1970-an tekanan darah yang dianggap tinggi dan tergolong sebagai hipertensi adalah 160/95mmHg.
Kemudian, di tahun 1980-an menurun menjadi 140/90mmHg yang berarti risiko kematian akibat kardiovaskular dan komplikasinya jauh melebihi orang yang memiliki tekanan darah 120/80mmHg.
“Dahulu, tak ada obat untuk tekanan darah. Obatnya hanya melalui surgical, mematikan tekanan darah dengan bedah untuk menekan refleks pasien jika mengalami tekanan,” jelas Dr. Siska.
(Baca juga: Tak Hanya Modal Cantik, Perempuan Juga Harus Punya Ini, Berikut Kata Sasongko Widjanarko)
Seiring berjalannya waktu, teknologi yang mulai berkembang pada 1990-an membuat tekanan darah bisa terukur dengan bantuan alat.
Alat tersebut menggunakan metode invasif yaitu dengan menusukkan alat ke pembuluh darah dan lalu diukur. (*)
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR