NOVA.id – Tinggal di hunian vertikal tentu akan berbeda rasanya dengan tinggal di hunian pada umumnya.
Perubahan gaya hidup tentu akan terjadi, sebagai konsekuensi tinggal di vertical house di mana sisi-sisi kekeluargaan dan kehidupan bertetangga hampir tak dapat dirasakan.
Hal tersebut dikemukakan oleh psikolog Nirmanisa Ruskin.
(Baca juga: Dengan Samsung Galaxy J Series, Jangan Pernah Bosan Lagi Sambil Menunggu di Mobil)
Ia menambahkan, peran pengelola apartemen sangat penting untuk menyediakan sarana untuk penghuni, sekaligus melakukan fungsi kontrol dan mendeteksi situasi apartemen.
“Penguni apartemen umumnya sangat menekankan pada prinsip individualisme yang tinggi dan area privasi. Padahal manusia merupakan mahluk sosial. Butuh untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Hal yang mudah dilakukan ketika tinggal di area perumahan yang bersifat landed house namun akan sulit dilakukan di apartemen,” tutur psikolog jebolan Universitas Gadjah Mada, Rabu (7/3).
(Baca juga: Wajib Disimak, Minum Ayamnya Punya Manfaat Bagi Kita Sekeluarga)
Situasi ini, lanjutnya, tentu saja akan berpotensi untuk timbulnya permasalahan sosial bila tidak dikelola dengan baik karena harus disadari menjadi penghuni apartemen akan sangat menuntut kematangan pribadi untuk dapat saling menjaga area privasi dari penghuni lain.
Selain itu setiap penghuni apartemen dituntut dapat mandiri dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada, khususnya permasalahan personal terutama sindrom perasaan sepi (empty) karena tidak satu orang pun dapat ditemui atau diajak berkomunikasi di huniannya saat sedang menghadapi masalah.
(Baca juga: Manfaatkan Buah Nanas Terbengkalai, Ade Patas Sukses Bikin Bisnisnya Menggurita)
“Oleh sebab itu, peran dari pengelola menjadi sangat penting untuk penyedia sarana untuk penghuni tetap dapat berinteraksi dan melakukan kegiatan sosial. Pengelola harus menyediakan ruang bagi penghuni untuk dapat berkumpul baik ruang terbuka maupun menginisasi kegiatan bersama,” tuturnya.
Senada dengan Nirmanisa, Marketing Director Green Pramuka City Jeffry Yamin menuturkan penyediaan ruang-ruang bersosialisasi bagi penghuni hanya dapat diakomodasi oleh apartemen yang sejak awal didesain dengan konsep one stop living.
(Baca juga: Rayakan Hari Musik Nasional, Penyanyi Andien Unggah Challenge Menarik, Begini Isinya)
Di apartemen Green Pramuka Square sendiri diadakan Olah raga senam zumba tersebut digelar setiap hari Selasa dan Jumat pukul 19.00 WIB yang dirancang pengelola apartemen agar penghuni bersosialisasi sekaligus menjadi lebih sehat.
Selain itu pengelola juga merancang sosialisasi antar warga melalui pendekatan kuliner dimana dilakukan integrasi sajian kuliner di lingkungan Green Pramuka Square sepanjang hari mulai pukul 06.00 sampai malam jam 24.00.
(Baca juga: Mengejutkan, Makan Malam Suzy Hanya Dua Buah Ubi, Ini Menu Lengkapnya)
Para PKL menyediakan beragam sajian sarapan pagi mulai dari sejumah kudapan ringan hingga yang agak berat seperti nasi pecel, nasi uduk, lontong sayur, bubur Manado, soto ayam hingga mie ayam.
Ketika mal mulai buka pada jam 10.00 hingga jam 22.00 tersedia beragam makanan yang ditawarkan tenant (penyewa) mal dan food court.
Kemudian ketika mal tutup, street food kembali hadir dengan sajian seperti sate Padang, angkringan, hingga nasi goreng kepiting.
(Baca juga: Dendam Karena Putus Cinta, Pria Ini Sebar Video Syur dengan Mantan Pacar di Internet)
Jeffry Yamin menilai adanya kuliner jalanan membuat penghuni apartemen menjadi lebih rileks dan dapat bersosialisasi dengan komunitasnya.
“Syukur dengan acara olahraga maupun jajan santai para penghuni dapat bertemu dengan sesama penghuni yang selama ini mungkin sulit dilakukan.” (*)
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR