NOVA.id - Nama dr. Terawan menjadi heboh di masyarakat lantaran kasus pelanggaran etik yang diputuskan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan metode "brain wash"nya yang mengundang pro dan kontra.
Setelah melalui berbagai proses dan rekomendasi dari MKEK, kasus ini pun saat ini ditangani oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Ingat, meskipun sudah mendapat ribuan testimoni dari beragam kalangan, tapi kdlaam kinerja seorang dokter juga harus melalui proses uji klinis sehingga benar-benar bisa digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia," terang Prof.Dr. I. Oetama Marsis, Sp.OG disela-sela menyampaikan keputusan MKEK terhadap dr. Terawan pagi ini (9/4) di kantor Pengurus Besar IDI.
Baca juga: Jangan Sembarangan Mengucek dan Menggunakan Obat Tetes Mata! Cara Ini Lebih Ampuh Redakan Penyakit Mata
Oleh karena itu, untuk melakukan uji klinis terhadap metode tersebut, PB IDI telah berkoordinasi dengan tim Health Technology Assesment (HTA) kementrian Kesehatan RI.
Kepada NOVA, Marsis menjelaskan bahwa HTA adalah sebuah tim yang berada di bawah naungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Tim HTA sendiri memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan dan melakukan penilaian terhadap metode baru berbasis teknologi yang baru ditemukan atau menjadi kontroversial di masyarakat.
"Jadi, tim HTA ini juga termasuk mengurus kasus dari metode brain wash dr. Terawan ini. Hal ini dilakukan lantaran dalam sebuah metode yang ditemukan apapun itu bentuknya, harus melalui suatu penilaian yang sering disebut uji klinis," beber dokter yang juga pernah menjabat sebagai ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI).
Baca juga: Ini 4 Jenis Vitamin yang Mampu Menjaga Kecantikan Kulit
Ia membeberkan bahwa Penilaian Teknologi Kesehatan/HTA adalah suatu analisis yang terstruktur dari teknologi kesehatan, dan hal yang berhubungan teknologi kesehatan yang digunakansebagai masukan dalam pengambilan kebijakan.
Di dalamnya termasuk safety, efficacy (benefit), costs dan cost effectiveness, implikasi terhadap organisasi, sosial dan isu etika.
Dikutip dari laman JKN Kemkes RI, Tim HTA sendiri dalam JKN merupakan amanat Perpres No.12 tahun 2013 pasal 43 ayat (1) yang berbunyi dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya, Menteri bertanggung jawab untuk penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment), Pertimbangan klinis (clinical advisory) dan Manfaat Jaminan Kesehatan, Perhitungan standar tarif, Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan Jaminan Kesehatan.
Baca juga: Sebenarnya Tak Muluk-Muluk, Cukup Lakukan Ini untuk Mengurangi Risiko Penyakit Jantung, loh!
Komite PTK/HTA telah dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 171/Menkes/SK/IV/2014 tentang Komite Penilaian Teknologi
Kesehatan dan diperbaharui menjadi Kepmenkes Nomor HK.02.02/MENKES/422/2016 tentang Komite Penilaian Teknologi Kesehatan.
Oleh karena itu, untuk menghasilkan data yang valid dan keputusan apa yang bisa ditujukan kepada dr. Terawan, Marsis harus menunggu rekomendasi yang keluar dari tim HTA.
"Yang pasti semua anggotanya ada di bawah naungan Kemenkes RI dan secepatnya metode brain wash ini segera dilakukan uji klinis," ujar dokter spesialis obstetri dan ginekologi.
Sehingga, menurutnya, nantinya dengan hasil yang disampaikan tim HTA akan menjadi bahan bagi PB IDI dalam memberikan keputusan final.(*)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR