“Yang paling unik adalah bangunan bambu yang semua bahannya harus dibuat dengan bahan bambu,” tambah Wika.
Dulu hampir semua kegiatan warga dilakukan dalam bangunan bambu tersebut, mulai memasak, tidur, bahkan sekadar bercengkerama bersama keluarga.
Belakangan, karena jumlah penduduk terus meningkat, warga terpaksa membangun rumah tambahan. Meski dibuat dengan modifikasi arsitektur modern, tetap disesuaikan dengan arsitektur khas Penglipuran.
“Di setiap pekarangan tetap harus ada bangunan bambu. Jika ada tambahan bangunan biasanya disesuaikan dengan arsitektur khas Penglipuran,” ujar Wika.
Baca juga: Hamil Anak Ketiga, Begini Potret Natasha Rizky yang Makin Menawan dengan Gaya Hijabnya
Bagi warga, mencari bambu bukan urusan sulit, karena di sebelah desa terdapat hutan bambu yang sangat luas.
Setiap keluarga memiliki kaveling hutan bambu yang bisa dipanen untuk membangun rumah.
Jika bambu di hutan cukup berlebihan, sementara keperluan membangun rumah belum begitu mendesak, maka bambu bisa dijual ke luar desa.
Seorang warga, I Wayan Kajeng, mengatakan usia rata-rata rumah yang menggunakan bahan bambu di desa itu antara 15-20 tahun.
Jadi, setiap sekitar 15 tahun bambunya lapuk, artinya penggantian bambu dilakukan kira kira setiap rentang tahun tersebut.
“Kami tak kesulitan jika membuat rumah bambu, karena bambunya selalu ada,” kata Kajeng.(*)
(Kadek Sonia Piscayanti)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR