NOVA.id - Sejak seabad lalu, tenun songket Silungkang mulai dikenalkan ke daratan
Eropa, tepatnya Belgia.
Kala itu, tahun 1907, Ande Baensah memperkenalkan cara menenun Songket Silungkang di Brussel.
Namun ternyata, jauh sebelum Ande Baensah sampai di Brussel, tenun Silungkang mulai menemukan coraknya.
Masyarakat Silungkang meyakini, pada 1800-an, kegiatan menenun sudah menjadi ciri masyarakat Silungkang yang minim sumber daya alam.
Perkampungan yang dikelilingi bukit batu ini berkembang menjadi pusat perekonomian bagi masyarakat Sawahlunto, Sumatera Barat.
Baca juga: Ingin Santap Sarapan dengan Spaghetti Spesial? Bikin Italian Meatball, yuk!
“Tahun-tahun itu, pohon kapas banyak di sini. Kita memproduksi sendiri dari kapas menjadi benang dan ditenun menjadi kain, pewarnanya juga alami,” kata Aina Ulmardiah (60) pelaku bisnis Songket Silungkang saat ditemui Nova di galeri Aina Songket di jalan Raya Silungkang, Sawahlunto.
Peraih penghargaan One Village One Product (OVOP) Bintang Tiga dari Menteri Perindustrian
tahun 2015 ini memulai usaha songket sejak tahun 1985.
Kemampuan menenun diperoleh Aina secara turun temurun dari orang tuanya.
Jatuh bangun mempertahankan industri songket khas Silungkang dijalani ibu dengan empat anak ini tanpa modal besar.
“Bisa dikatakan dari nol, SK pegawai Bapak digadaikan untuk mendapat pinjaman
modal dari bank,” tutur Aina bercerita.
Baca juga: Punya Uang Warisan Besar dan Bingung Cara Mengelolanya? Ikuti Cara Ini Saja!
Rilis Inclusivision Project, Honda Beri Wadah Teman Color Blind Ekspresikan Diri
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR