NOVA.id - Senang melihat bayi tertawa saat diguncangkan?
Mulai kini, perhatikan saat mengguncangkan bayi kita ya, Sahabat NOVA, sebelum terserang baby shake syndrome!
Baby shake syndrome atau sindrom bayi terguncang terkadang tidak disadari padahal risikonya begitu berbahaya untuk tumbuh kembang sang buah hati lho, Sahabat NOVA.
(Baca juga: Baru Berusia 5 Tahun, Pangeran George Berikan Pelajaran Hidup Berharga)
Baby shake syndrom terjadi karena adanya trauma pada kepala akibat benturan keras, cidera kepala, dan mengguncangkan kepala bayi dengan keras.
Trauma ini sebenarnya merupakan cidera otak yang serius seperti yang dilansir dari Mayoclinic.org pada 26 Juli 2018.
Otak bayi yang masih rapuh dan belum berkembang sempurna dapat terguncang di dalam tengkorak yang menyebabkan memar, pembengkakan dan pendarahan.
(Baca juga: Gemas! Bayi Ini Berambut Tebal Seperti Karakter dalam Despicable Me)
Tak hanya itu, baby shake syndrome dapat menghancurkan sel-sel otak pada bayi dan mencegah otak mendapatkan suplai oksigen yang cukup.
Mengguncangkan bayi adalah ide buruk yang tidak hanya menyebabkan cacat otak permanen tetapi bahkan kematian.
Gejala yang patut diwaspadai dari baby shake syndrom diantaranya berikut ini:
(Baca juga: Ashanty Dipeluk Pria Lain, Anang Tak Rela dan Lemparkan Benda Ini!)
1. Bayi rewel terus-menerus
2. Sulit tidur
3. Terdapat masalah pernapasan
4. Muntah-muntah
(Baca juga: Ini Bunyi Pesan Haru Rekaman Suara Terakhir Anak dalam Boneka Beruang)
5. Kulit pucat dan memar
6. Kelumpuhan
7. Koma
(Baca juga: Diajak Mengoceh Sang Buah Hati, Samuel Zylgwyn Malah Menangis)
Meski demikian, tidak ada cidera fisik serius yang tampak pada bayi penderita baby shake syndrome.
Cidera justru terjadi pada organ dalam seperti pendarahan otak dan mata, kerusakan sumsum tulang belakang, hingga patah tulang.
Sebaiknya langsung periksa ke dokter apabila melihat kondisi bayi tidak nyaman setelah mendapat guncangan keras ya Sahabat NOVA untuk mencegah terjadinya baby shake syndrome. (*)
Source | : | WebMD |
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR