3. Berani berkata "tidak"
Dalam kultur Indonesia, campur tangan orangtua dalam kehidupan rumah tangga anak masih tinggi sekali. Dalam hal ini, sejauh mana peran orangtua terhadap pasangan Anda. Hal ini harus dikenali dalam masa pacaran.
Jangan sampai setelah menikah pasangan tak bisa lepas dari orangtua, dalam arti "anak mami" atau "anak papi". Contohnya, beli mobil saja pasangan harus bertanya ke orangtua, sedangkan Anda malah tak dimintai pendapat. "Pasangan akan merasa tak dihargai. Padahal, dalam pernikahan, pasangan adalah orang yang dimintai saran, bukan orang lain. Banyak pasangan terjebak dalam hal ini."
Agar tidak terjadi hal seperti ini, sebisa mungkin tidak sedikit-sedikit lari ke orangtua. Tanpa bermaksud menyakiti hati orangtua, berusaha dan berani mengambil keputusan sendiri. Jika selalu tergantung pada orangtua, bisa-bisa lama-kelamaan kita tidak punya identitas diri. Jadi, pelan-pelan harus berani berkata "tidak" untuk sesuatu yang kita yakini benar. Dan harus bersama pasangan, jangan hanya satu pihak.
4. Batasi "hobi"
Anda suka nongkrong bareng teman sepulang kantor? Nah, setelah menikah, sebaiknya batasi frekuensi acara nongkrong bareng teman. Intinya, hindari melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung kehidupan suami-istri.
5. Alokasi keuangan
Beli mobil atau furnitur? Keputusan membeli mobil, misalnya, untuk suami-istri yang kondisi keuangannya pas-pasan, harus dibicarakan benar-benar. Jangan sampai salah satu pihak nantinya tidak puas. Intinya, modal atau harta yang merupakan hasil kerja bersama, harus disepakati bersama. Hal ini juga berlaku untuk harta yang merupakan hasil keringat sebelum menikah.
6. Punya anak atau tidak?
Hal ini mesti dibahas sebelum menikah. Jangan sampai setelah menikah Anda ingin punya anak, sedangkan pasangan Anda tidak. Jika memang ingin punya anak, sebaiknya pasangan suami-istri melakukan tes kesehatan pra nikah.
7. Istri bekerja atau jadi ibu rumah tangga?
Hal ini berhubungan dengan kondisi ekonomi. Jika sebelum menikah Anda dan pasangan sudah bekerja dan setelah menikah suami tetap menginginkan Anda bekerja, Anda perlu pintar-pintar membagi waktu antara pekerjaan dan rumah tangga. Apalagi jika nantinya sudah punya anak. Kendati demikian, mengurus rumah tangga dan anak tidak dibebankan 100 persen pada istri. Idealnya, rumah tangga dan anak bisa dikerjaan berdua. Fleksibel.
CINTA TIDAK CUKUP
Selain menetapkan kesepakatan-kesepakatan di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi pasangan yang akan menikah.
1. Siap mental dan psikologis. Artinya, siap untuk membentuk sebuah keluarga yang baru, sebuah kehidupan yang berbeda dari saat masih single.
2. Kenali pasangan semaksimal mungkin. Bukan hanya pasangan kita secara pribadi tetapi juga keluarga, teman-teman, lingkungan kantor, dan lain-lain. Karena konsep menikah di Indonesia, tidak hanya menikah dengan pasangan tetapi juga dengan keluarga besar.
3. Bukan mengejar target. Jangan menganggap menikah hanya sebagai formalitas hidup. Jangan menganggap pernikahan sebagai kewajiban mengejar status. Sebaliknya, menikah sebaiknya dijadikan pilihan yang sesadar-sadarnya.
4. Cinta saja tidak cukup. Karena itu, idealnya orang yang akan menikah punya dasar yang bisa menyatukan cinta itu. Dalam arti, harus punya pekerjaan dan penghasilan (modal ekonomi) untuk bersama-sama membuat keluarga yang dibangun tidak mengalami kekurangan.
5. Komunikasi. Bicarakan semua hal yang menyangkut keluarga.
Triwik Kurniasari
KOMENTAR