Anak Nusantara Alami Gizi Buruk, Indonesia Tempati Ranking 5 Stunting di Dunia!

By Alsabrina, Rabu, 30 Januari 2019 | 00:00 WIB
Gizi Buruk, Indonesia Tempati Ranking 5 Stunting di Dunia (pinstock)

NOVA.id – Permasalah gizi memang masih menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia.

Terlebih, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan satu dari lima anak Indonesia mengalami berat badan kurang.

Jika kondisi ini terjadi pada anak dalam usia tumbuh kembang dan tidak segera diintervensi, maka anak dengan berat badan tidak ideal terancam menjadi wasting (gizi kurang), bahkan stunting (tubuh kerdil).

Fakta lain yang tak kalah mencengangkan adalah Indonesia menduduki peringkat ke-5 stunting di dunia.

Baca Juga : Begini Reaksi Agnez Mo saat Dengar Soimah Nyanyikan Lagu Tak Ada Logika Pakai Bahasa Jawa

Bahkan, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, gizi buruk di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 3,9% dan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 13,8%, sehingga total keseluruhan menjadi 17,7%.

Gizi buruk dan gizi kurang pada balita terjadi paling tinggi di Nusa Tenggara Timur, yakni mencapai 29,5% dan yang terendah terjadi di Kepulauan Riau dengan jumlah 13%.

Sedangkan gizi buruk dan gizi kurang pada balita di ibukota mencapai 14%, seperti yang NOVA.id lansir dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Untuk stunting sendiri, Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%).

Baca Juga : Pernah Dipacari, Ini 4 Fakta Aspri Cantik Hotman Paris yang Bonus Tahunannya Mobil Mewah!

DR. dr. Conny Tanjung Sp.A(K) yang ditemui pada acara Bicara Gizi oleh Danone Indonesia mengatakan, “status gizi kurang merupakan salah satu permasalahan pertumbuhan yang mengacu pada kondisi berat badan yang ideal menurut tinggi badan."

Kondisi ini dapat diakibatkan oleh asupan gizi yang kurang, penyakit kronis, masalah kesulitan makan, praktik pemberian makan yang salah dan ketidaktahuan orangtua.

"Stunting ini terjadi tidak semena-mena, stunting dimulai dari perlambatan pertumbuhan. Artinya, butuh waktu untuk (seorang anak) menjadi stunting. Kalau perlambatan pertumbuhan dibiarkan, ini bisa menjadi wasting atau kurang gizi. Jika wasting dibiarkan ini bisa menjadi stunting," tambah dr. Conny.

Baca Juga : Dengan Tingkah Gemasnya, Jan Ethes Sebut Sule Menakutkan! Kenapa?

Kondisi berat badan kurang pada balita akan menyebabkan berbagai dampak yang merugikan baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.

Tidak diberikan ASI eksklusif, pemberian MPASI yang buruk, air dan sanitasi yang buruk menjadi faktor yang berperan terjadinya stunting.

Bahkan, ini memiliki risiko antara lain, penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga rentan terhadap penyakit, anak tidak tumbuh optimal dan cenderung tumbuh pendek, serta gangguan perkembangan otak dan fisik seperti gangguan daya pikir hingga interaksi sosial, serta berbagai penyakit degeneratif.

Baca Juga : Dulu Tukang Cuci, Inul Kini Bangun Istana dengan Dapur Berlapis Emas!

Sebaiknya, kita memantau pertumbuhan buah hati kita ke layanan kesehatan.

Pemantauan pertumbuhan anak sendiri yakni penimbangan berat badan, pengukuran panjang badan, dan pengukuran lingkar kepala.

Jika anak berumur kurang dari 1 tahun, pemantauan pertumbuhan dilakukan setiap bulannya dan jika sudah lebih dari 1 tahun, pemantauan dilakukan tiap 2 bulan.

Baca Juga : Syahrini Tulis Because You Love Me, Reino Barack Beri Tanda Cinta

Keluarga, khususnya orang tua, perlu mencermati kondisi berat badan dan tinggi badan anak dan memberikan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan setiap tahap usia mereka sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. (*)