NOVA.id - Penyakit autoimun santer terdengar karena belum lama diderita oleh, selebritas Tanah Air, Ashanty, bahkan kali ini ia harus dilarikan ke rumah sakit karena kondisi yang kurang stabil.
Lalu orang pun penasaran, seperti apa sih penyakit autoimun itu?
Sederhananya, penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang dirinya sendiri.
Padahal, seharusnya sistem kekebalan tubuh berfungsi untuk melindungi tubuh dari sumber penyakit yang mencoba masuk dan merusak.
Normalnya, sistem kekebalan tubuh atau sistem imun akan otomatis mengenali komponen self yang berasal dari dalam tubuh dan mengeliminasi komponen-komponen asing yang berasal dari luar tubuh yang biasa disebut komponen non-self.
Nah, pada penderita autoimun, hal normal yang seharusnya berjalan otomatis ini tidak terjadi.
Kenapa, ya, bisa begitu?
Paling tidak, menurut Prof. dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK(K)., Guru Besar Mikrobiologi Klinik FKUI dan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, ada tiga mekanisme salah yang terjadi dalam tubuh sehingga menimbulkan reaksi autoimun.
Namun, untuk negara-negara seperti Indonesia, penyebab yang paling sering adalah karena infeksi bakteri, infeksi virus, dan adanya salah pengenalan dari kerja sistem imun.
Yap, pada beberapa keadaan, sistem kekebalan humoral ataupun kekebalan seluler tubuh salah mengenali komponen self sebagai komponen non-self.
Kok, bisa?
“Kejadiannya bisa karena adanya reaksi silang atau cross reactivity, misalnya dalam hal infeksi bakteri. Reaksi silang ini terjadi karena ada kemiripan antara antigen bakteri yang baru masuk (non-self) dengan struktur salah satu komponen self dalam tubuh. Jadi, ada kemiripan itu sehingga terjadi salah pengenalan yang menyebabkan sistem imun jadi menyerang tubuh sendiri,” ujar Prof. Amin.
Celakanya, autoimun sulit dideteksi, apalagi, jika masih dalam tahap awal.
Baca Juga: Juga Dialami Selena Gomez, Penyakit Autoimun yang Serang Ashanty Bikin Dirinya Jadi Gampang Frustasi
Pasalnya tidak ada ciri yang khas dari keberadaan penyakit ini dalam tubuh kita.
Selain itu, tanda dan gejala ini pun dipengaruhi oleh jaringan atau organ tubuh mana yang terserang autoimun.
Misalnya, pada kasus autoimun yang menyerang kulit, akan muncul kelainan seperti kemerahan yang menetap lokasinya pada tubuh, semakin lama tambah besar, sampai kemudian bermunculan di tempat lain.
Yap, sama seperti penyakit kulit umum, eksema.
“Iya, memang agak sulit. Jadi, emang rasanya enggak pernah ada yang langsung mendiagnosis awal, bahwa ini autoimun. Biasanya itu didiagnosis setelah penyakitnya berjalan beberapa lama. Karena tidak kunjung sembuh, bertambah berat, atau tidak bisa dijelaskan oleh mekanisme yang lain, baru orang kemudian curiga autoimun dan diperiksa,” jelas Prof. Amin.
Lantas, bagaimana membedakannya?
Baca Juga: Kerap Bicara Soal Kematian Usai Didiagnosis Autoimun, Ashanty Kini Mengaku Takut Bertemu Orang
“Ya, yang bisa membedakan adalah dengan pemeriksaan labolatorium. Antara lain kita bisa mendeteksi adanya antibodi terhadap DNA misalnya, jadi ada anti-DNA antibodi. Nah, itu memperlihatkan bahwa ada antibodi yang ditunjukkan pada komponen self,” ujar Prof. Amin.
Nah, meskipun umumnya hanya menyerang satu organ atau jaringan, sistem autoimun bersifat sistemik.
Artinya, gejala bisa muncul di kulit tapi sebetulnya reaksi autoimun juga terjadi di seluruh tubuh. Meski gejala muncul di satu organ saja pada awalnya.
“Kalau ketemu satu gejala, enggak usah tunggu lama-lama. Apalagi, yang tak kunjung sembuh meski sudah diobati berkali-kali. Harus curiga dan periksa ke dokter,” tegas Prof. Amin.(*)