Disandera Tentara Irak hingga Dicecar Saat Pimpin Rapat Pertamanya bersama Menhan Prabowo, Sosok Ini Langsung Viral karena Berhasil Jadi Ketua Komisi I DPR RI

By Tentry Yudvi Dian Utami, Rabu, 27 November 2019 | 19:15 WIB
Kisah Meutya Hafid dari Disandera Tentara Irak hingga Pimpin Rapat Komisi I DPR (Dok.pribadi Meutya Hafid)

NOVA.id - Sejak Meutya Hafid menjadi Ketua Komisi I DPR, ia pun langsung mejadi topik pembicaraan.  

Namanya beberapa hari lalu sempat trending di mesin pencarian Google, lantaran jadi pemimpin rapat terbuka Komisi I DPR RI bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. 

Meutya jadi sorotan karena sikapnya yang tenang saat rapat yang dihujani interupsi, tak tampak ledakan emosi dari wajah perempuan berusia 41 tahun tersebut.

Baca Juga: Kisah Staf Khusus Presiden: Andi Taufan Garuda Putra, Berawal dari Ciseeng Diajak ke Istana

Sepanjang rapat yang ditonton banyak orang itu,  Meutya memang begitu tenang.

Wajah tenang Meutya juga terlihat saat bertemu NOVA Jumat (15/11), di sebuah toko kue terkenal di bilangan Jalan Wijaya, Jakarta Selatan. 

Pagi itu, perempuan bernama lengkap Meutya Viada Hafid ini bercerita banyak soal kegiatannya sebagai anggota DPR, yang bersinggungan dengan lembaga yang punya kepentingan terhadap keamanan negara.

Baca Juga: Dengar Lirik Lagu Pilu Membiru Milik Kunto Aji, Najwa Shihab Langsung Nangis-Nangis dan Minta Maaf

Bagi Meutya tentu tugasnya di DPR tak mudah.

Namun, perempuan kelahiran Bandung, 3 Mei 1978 ini berusaha tenang dalam menjalankan tugas, termasuk saat harus memutuskan sesuatu. 

Ya, seperti yang diperlihatkannya saat rapat di DPR tempo hari.

Baca Juga: Punya Anak dengan Special Needs, Cara Asuh Deretan Artis Ini Bisa Jadi Contoh

“Itu enggak mudah, karena mempertimbangkan kepentingan rakyat. Mana yang terbaik untuk rakyat. Itu tanggung jawab besar,” curhat Meutya kepada NOVA. 

Sebagai perempuan, Meutya mengakui jika posisinya tak hanya berat di tanggung jawab saja, tetapi juga dengan pandangan orang terhadap kemampuannya dalam memimpin. 

Sebab, posisi ini memang enggak pernah diisi perempuan, sehingga banyak orang memandang sebelah mata.

Baca Juga: Mantan Gadis Sampul, Ini Sosok Cantik Ida Helena Mantan Istri Richard Kevin yang Jarang Terekspos

Beruntung, Meutya seperti sudah terbiasa memikul tanggung jawab berat. 

Seperti kita tahu, jauh sebelumnya dia sudah dikenal sebagai jurnalis Metro TV, yang tugasnya membutuhkan dedikasi dan tanggung jawab penuh. 

Lucunya, kepada NOVA, Meutya menyebut bahwa awalnya dia enggak terpikir menjadi wartawan.

Baca Juga: Risa Maharani, Lulusan SMK yang Berhasil Fashion Show di La Mode Sur La Seine à Paris

Malah saat kuliah pun, jurusan yang diambil bukan Jurnalistik, melainkan Manufacturing Engineering di University of New South Wales, Australia. 

Keinginan jadi jurnalis muncul saat Meutya kuliah, Indonesia sedang melewati masa-masa reformasi, sekitar tahun 1998.

 “Saya syok melihat Indonesia yang collapse. Saya gemas, dan pengin melakukan sesuatu untuk Indonesia. Teman-teman mahasiswa saya yang di Jakarta bisa ikut demo. Saya ikut apa, ya?” kata Meutya mengisahkan kegelisahannya saat itu.

Baca Juga: Sama Seperti Nadiem Makarim yang Lulusan Harvard, Risa Santoso Menjadi Rektor Termuda di Usia 27 Tahun!

Makanya, begitu lulus tahun 2000, kebetulan Metro TV yang memosisikan diri sebagai stasiun TV berita pertama Indonesia itu sedang buka lowongan besar-besaran, dari berbagai jurusan kuliah. 

Meutya yang masih terbayang dengan kejadian tahun 1998, tergerak untuk jadi wartawan agar lebih dekat lagi dengan pemerintah.

“Aku daftar dan masuk. Jadi, waktu itu, belum tahu cara nanya bagaimana? Pengin sekali tahu, negara kita mau dibawa ke mana? Banyak unjuk rasa, tapi aku ngerasain demo, walaupun enggak ikutan demo,” kata mantan pembaca berita Metro Hari Ini tersebut.

Baca Juga: Putri dari Hary Tanoesoedibjo Dipilih Jadi Wakil Menteri untuk Bantu Wishnutama, Ini Fakta Menarik Angela Tanoesoedibjo

Sejak itu, Meutya mengaku jika dirinya menyukai liputan yang betul-betul butuh perjuangan keras seperti demonstrasi, perang, dan daerah konflik.

Tak hanya di Indonesia, melainkan juga di luar negeri.

Bak gayung bersambut, kesukaan Meutya itu dijawab dengan tantangan penugasan ke sejumlah negara yang dilanda peperangan.

Baca Juga: Tinggalkan Inggris, Laely Farida Justru Sukses Bangun Bisnis di Kaki Gunung Rinjani

Salah satunya di Irak, pada 18 Februari 2005.

Namun nahas, saat meliput perang, Meutya dan rekannya Budiyanto malah diculik dan disandera kelompok bersenjata di negara itu.

Pemerintah Indonesia tentu heboh, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu sampai harus turun tangan untuk membantu membebaskan.

Baca Juga: Fakta Hillary Brigitta Lasut, Perempuan Termuda yang Jadi Anggota DPR RI

Kisah penculikan ini ada dalam buku 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak yang terbit pada 2007. 

Apakah Meutya trauma jadi wartawan? Dengan cepat, peraih Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O'Neill (2007) itu menjawab tidak. 

Katanya, “Di saat-saat seperti itulah kita bisa melihat sifat asli seseorang. Kalau manusia itu sedang di posisi terbawahnya, pasti kita bisa melihatnya.” jelasnya.(*)