Karena itu, dirinya berharap elemen pemerintah yang hadir menjadikan hasil penelitian lapangan yang dilakukan YAICI bersama PP ‘Aisyiyah sebagai bahan kajian kebijakan dalam rangka mengatur produsen SKM yang tidak peduli sekaligus melindungi generasi bangsa.
Tingginya angka balita dengan gizi bermasalah akibat SKM adalah dikarenakan iklan yang tidak informatif dan manipulatif bahwa SKM adalah susu.
Padahal SKM adalah pemanis buatan untuk bahan pelengkap jajanan/kue sehingga tidak baik bagi kesehatan bayi, sedangkan susu adalah cairan hewani yang diproduksi oleh mamalia dan mengandung protein.
Selain itu, SKM murah dan mudah didapat.
Baca Juga: Wah, Jangan Sampai Anak Menderita Gizi Buruk atau Stunting, Efeknya Terasa Hingga Jangka Panjang!
“Positifnya, setelah mendapatkan edukasi, 71% orangtua berhenti memberikan SKM pada bayinya,” imbuh Chairunnisa.
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiah yang hadir dalam kesempatan itu tak menampik bahwa Televisi masih menjadi media utama dalam mengakses informasi SKM/KKM.
“Ironi memang karena sulit dikatakan bahwa Iklan SKM yang ditayangkan di televisi betul- betul sudah menyajikan informasi yang benar. Bagaimana kalau informasi Iklan SKM itu tidak benar atau ada hal yang ditutupi. Inilah yang menjadi perhatian KPI, bahwa kita harus perkuat dengan literasi kesehatan dan literasi media supaya informasinya berimbang,” jelas Nuning.
Baca Juga: Akibat Wabah Campak dan Gizi Buruk, 61 Anak di Asmat Meninggal Dunia dalam Kurun Waktu 4 Bulan