Kasus Gizi Buruk di Indonesia Tinggi, Susu Kental Manis Jadi Salah Satu Alasan

By Tentry Yudvi Dian Utami, Sabtu, 30 November 2019 | 10:00 WIB
Jangan DIabaikan, SKM Jadi Alasan Utama Tingginya Gizi Buruk di Indonesia (naturalbox)

NOVA.id – Edukasi masyarakat terhadap gizi buruk dan stunting di Indonesia rupanya belum dilakukan secara meluas.

Alhasil, masih banyak anak mengalami gizi buruk.

Sebuah laporan terbaru menyebutkan jika 12% dari 1.835 anak di Provinsi Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan Aceh mengalami gizi buruk, dan 23,7% mengalami gizi kurang.

Mirisnya lagi, sebanyak 14,5% anak dengan status gizi buruk diketahui mengkonsumsi susu kental manis / krimer kental manis lebih dari 1 kali sehari.

Baca Juga: Indonesia Masih Menjadi Negara Darurat Gizi Buruk, Orang Tua Wajib Perhatikan Iklan SKM

Fakta anak-anak dengan gizi buruk di atas dan kaitannya dengan konsumsi susu kental manis mengemuka dalam pembahasan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) dengan PP Aisyiyah.

Dalam kesempatan itu, Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Chairunnisa, memaparkan temuan mengejutkan adanya kaitan gizi buruk dan gizi kurang pada usia bayi dan balita yang rutin mengkonsumsi SKM/KKM.

“Dari 1835 anak yang terdata disimpulkan 14,5% anak disimpulkan mengalami gizi buruk dan 29,1% mengalami gizi kurang,” papar Chairunnisa.

Baca Juga: Belum Penuhi Syarat Badan Kesehatan Dunia, Masalah Gizi Buruk Anak Indonesia Masih Ada

Karena itu, dirinya berharap elemen pemerintah yang hadir menjadikan hasil penelitian lapangan yang dilakukan YAICI bersama PP ‘Aisyiyah sebagai bahan kajian kebijakan dalam rangka mengatur produsen SKM yang tidak peduli sekaligus melindungi generasi bangsa. 

Tingginya angka balita dengan gizi bermasalah akibat SKM adalah dikarenakan iklan yang tidak informatif dan manipulatif bahwa SKM adalah susu.

Padahal SKM adalah pemanis buatan untuk bahan pelengkap jajanan/kue sehingga tidak baik bagi kesehatan bayi, sedangkan susu adalah cairan hewani yang diproduksi oleh mamalia dan mengandung protein.

Selain itu, SKM murah dan mudah didapat.

Baca Juga: Wah, Jangan Sampai Anak Menderita Gizi Buruk atau Stunting, Efeknya Terasa Hingga Jangka Panjang!

“Positifnya, setelah mendapatkan edukasi, 71% orangtua berhenti memberikan SKM pada bayinya,” imbuh Chairunnisa.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiah yang hadir dalam kesempatan itu tak menampik bahwa Televisi masih menjadi media utama dalam mengakses informasi SKM/KKM.

“Ironi memang karena sulit dikatakan bahwa Iklan SKM yang ditayangkan di televisi betul- betul sudah menyajikan informasi yang benar. Bagaimana kalau informasi Iklan SKM itu tidak benar atau ada hal yang ditutupi. Inilah yang menjadi perhatian KPI, bahwa kita harus perkuat dengan literasi kesehatan dan literasi media supaya informasinya berimbang,” jelas Nuning.

Baca Juga: Akibat Wabah Campak dan Gizi Buruk, 61 Anak di Asmat Meninggal Dunia dalam Kurun Waktu 4 Bulan

Selama ini yang menjadi rujukan dalam iklan adalah etika pariwara.

Tapi di etika pariwara hanya mengatur bahwa iklan SKM harus menyebutkan kandungan-kandungannya.

“Selama ini saya cermati dari tampilan visual iklan SKM di televisi, seringkali tidak menyebutkan seluruh kandungannya secara lengkap. Misalnya kandungannya ada 7 tapi yang ditampilkan hanya 3. Yang positif saja disebutkan, misalnya nutrisinya,” tegas Nuning.

Tapi keterangan tentang jumlah gula yang terkandung di dalam SKM justru tidak dijelaskan sama sekali.

Baca Juga: Awas Jangan Sampai Salah, Ini Bedanya SKM dan Susu Murni yang Baik untuk Anak

Seharusnya informasi tersebut disampaikan semuanya, tidak ditutupi. Karena bila tidak, informasinya bisa berpotensi menyesatkan.

Tantangan dalam beriklan disampaikan Nuning justru menjadi PR pada creator iklan.

Jika selama ini susu kental manis selalu digambarkan dalam lingkup keluarga, yang pada akhirnya mengakibatkan salah persepsi di masyarakat, maka seharusnya selanjutnya visual iklan susu kental manis ditampilkan dalam nuansa kebersamaan di kafe ataupun tempat-tempat berkumpul kalangan muda.(*)