Inna Kardha, seorang ibu muda yang berdomisili di Jakarta, bercerita bahwa putranya beberapa tahun lalu—saat berusia sembilan bulan—pernah terjangkit pneumonia.
“Karena dia ada alergi rinitisnya, pertama kali diopname itu berturut-turut selalu batuk dan pilek, demam, dan ada sesek-sesek—mungkin karena ada turunan asma dari saya. Jadi diopname lagi dan lagi. Dulu belum ada virus corona. Jadi, dia terkena pneumonia, divonis terkena radang paru-paru, tapi virusnya unspecified—belum ada namanya,” cerita Inna pada NOVA.
Ya, berdasarkan penjelasan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, pneumonia adalah sebuah infeksi atau peradangan akut pada jaringan paru.
Baca Juga: Virus Corona Menyerang, Hal Ini Bisa Bikin Penyebaran Makin Cepat
Nah, virus corona memang bisa menyebabkan pneumonia, tetapi bukan berarti pneumonia hanya disebabkan oleh virus corona. Yap, persis seperti cerita sahabat kita tadi.
“Masih ada sumber lain, yakni bakteri, jamur, virus lain, dan bermacam mikroba. Bahkan, bisa kombinasi di antaranya. Setelah terkena virus dan dirusak jaringannya kemudian masuk bakteri sehingga jadi super infeksi yang lebih berat,” ungkap dr. Flora Eka Sari, Sp.P., dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa pada NOVA.
Sebut saja, Streptococcus pneumoniae yang menjadi penyebab paling umum dari pneumonia bakteri pada anak-anak, Haemophilus influenzae tipe b (Hib), penyebab paling umum kedua dari pneumonia bakteri, virus syncytial, bayi yang terinfeksi HIV, serta Pneumocystis jiroveci yang dikatakan WHO secara umum bertanggung jawab atas setidaknya seperempat dari semua kematian akibat pneumonia pada bayi yang terinfeksi HIV.