Siti menambahkan, tindakan menghina marak terjadi, tentu tidak terlepas dari kemajuan teknologi dan sistem informasi yang berjalan tidak seimbang dengan kapasitas literasi media oleh warga.
Akibatnya, seseorang tidak dalam kesadaran penuh akan fungsi media dalam penggunaannya, namun justru telah dibelenggu oleh kehendak untuk mendapatkan pengakuan dan eksistensi diri.
"Kondisi ini tidak luput dari karakter masyarakat kita yang sebelumnya telah mengalami euforia dan kebebasan pers dan berpendapat yang dimiliki. Tentu tidaklah buruk, tapi perlu kearifan bersama bahkan pendampingan dalam penggunaannya," katanya lagi.
Sementara itu, ada juga berspektif lain yang dapat dibaca, yakni saat ini mayoritas pejabat publik masyarakat Indonesia merupakan orang sipil di mana sebelumnya didominasi oleh militer.
Tentunya karakter sipil dan militer berbeda, yang kemudian melahirkan tipologi masyarakat yang berbeda pula.
Siti mencontohkan bila sipil cenderung egaliter, sementara militer lebih otoriter.
Baca Juga: Curhat Mahasiswi di Wuhan Galau Tunggu Evakuasi: Yang Terberat Bagi Kami Menjalankan Ketidakpastian