NOVA.id - Batuk sedikit, langsung berpikir terinfeksi virus corona.
Tenggorokan sakit, pikiran langsung ke ruang isolasi.
Duh, jadi takut berlebihan.
Baca Juga: Bertemu Menhub dalam Rapat Terbatas, Erick Thohir dan Sejumlah Menteri Lainnya Jalani Tes Corona
Tapi memang ini yang bikin kita cemas, bagaimana kita tahu kalau batuk atau sakit tenggorokan yang kita derita adalah salah satu tanda dari infeksi virus corona?
Jangan- jangan kita postif, tapi kita tidak tahu.
Tentu semua kepastian itu baru bisa kita bisa dapatkan setelah kita melakukan pemeriksaan secara medis, salah satunya, dengan rapid test virus corona yang dilaksanakan secara massal di Indonesia.
Pada dasarnya, rapid test merupakan mekanisme pemeriksaan kesehatan yang dianggap dapat memastikan apakah seseorang terinfeksi virus corona atau tidak.
Lantas, apa keunggulannya?
Achmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, mengatakan jika rapid test ini akan menggunakan spesimen darah dan bukan tenggorokan atau kerongkongan seperti tes corona sebelumnya.
Baca Juga: Bukan untuk Lawan Virus, Ternyata Ini Pentingnya Minum Air Putih di Tengah Wabah Corona
Metode rapid test ini diklaim memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi untuk mengidentifikasi virus Covid-19 yang terdapat pada tubuh manusia.
Berdasarkan penelitian, rapid test dapat bekerja jauh lebih cepat hanya dalam kurun waktu 30 menit dibandingkan tes sebelumnya yang membutuhkan waktu 90 sampai 120 menit.
Baca Juga: Dilakukan Banyak Orang Tiap Pagi, Apakah Benar Berjemur Dapat Membunuh Virus Corona?
Meski begitu, rapid test disebut membutuhkan reaksi dari imunoglobin
pasien yang terinfeksi virus corona, paling tidak dalam waktu satu minggu.
Bukan tanpa sebab, jika pasien belum terinfeksi atau sudah terinfeksi tapi kurang dari seminggu, maka ada kemungkinan hasil dari imunoglobinnya menjadi negatif.
Tapi, ada Syaratnya.
Baca Juga: Mandi Air Panas Bisa Bunuh Virus Corona? Jangan Asal Percaya, Cek Dulu Kebenarannya!
Menurut Prof. DR. Dr. Aryati, MS, Sp.PK(K), Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Patalogi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKln), dalam rapid test bisa jadi hasil tidak sesuai.
Ada potensi memunculkan hasil negatif palsu dan positif palsu.
Ibaratnya dikira negatif dan tidak sakit, namun belum tentu.
Bisa saja dia terpapar namun belum terlihat oleh antibodi yang timbul.
Sehingga harusnya dilakukan pengawasan atau karantina pada orang tersebut.
“Tapi kalau hasilnya negatif dia belum melewati inkubasinya, saya sarankan untuk dilakukan pengambilan sampel ulang 7 hari kemudian dari hari pertama tadi. Misal batuk, diperiksa negatif, jangan senang dulu. Cek lagi hari ke-12. Kalau dicek lagi positif, berarti, ya, positif,” ujar Aryati dikutip dari Kompas.com.
Menurut Aryati, jika hasil rapid test menunjukkan positif, maka hasil tersebut akan dikonfirmasi kembali dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk menguatkan analisa.
Meski pemeriksaan ini baik dilakukan, nyatanya tak semua orang bisa ikut diperiksa dengan metode rapid test ini.
Hanya mereka yang ditandai punya risiko dan potensi tertular atau menularkan tinggi saja yang diperkenankan untuk mengikuti tes.
Baca Juga: Jangan Takut Belanja Baju Online, Pakar Ungkap Virus Corona Tidak akan Bertahan Lama di Paket Kita
Sampai saat ini provinsi Jawa Barat yang sudah resmi mengumumkan menjalankan prosedur rapid test ini.(*)