Pakar Ungkap Kesulitan Membuat Vaksin Corona di Indonesia, Mengapa?

By Tentry Yudvi Dian Utami, Kamis, 9 April 2020 | 20:00 WIB
Ahli Ungkap Kesulitan Membuat Vaksin Corona di Indonesia, Seperti Apa? (iStockphoto)

NOVA.id – Korban terinfeksi virus corona kini kian bertambah banyak baik di Indonesia maupun di dunia.

Data terkini yang diperoleh dari covid19.go.id, sudah ada 2.959 terkonfirmasi positif corona, 240 meninggal, dan 222 sembuh (09/04).

Secara global, kematian akibat Covid-19 tercatat sudah sebanyak 69.444 jiwa. Adapun pasien Covid-19 yang berhasi sembuh di seluruh dunia sejumlah 260.247 orang.

Baca Juga: Penjelasan Penyakit Meningitis yang Menyebabkan Glenn Fredly Meninggal, 3 Makanan Ini Bisa Bantu Tangkal Bahayanya!

Para pakar kesehatan dunia menyebutkan bahwa Indonesia menghadapi lonjakan jumlah pasien.

Saat berita ini diturunkan, kasus positif Covid-19 sudah menyebar di 32 provinsi.

Dengan bertambahnya kasus pandemik ini dari hari ke hari, membuat masyarakat semakin resah, tanpa adanya pemahaman yang jelas mengenai virus Covid-19.

Baca Juga: Renggut Ratusan Korban Jiwa, Penyakit Satu Ini Juga Perlu Diwaspadai di Tengah Pandemi Virus Corona

Menanggapi hal tersebut, Dr.rer.nat, Arli Aditya parkesit sebagai kepala Jurusan Bioinformatika Indonesia International Institute for Life Sciences (i3l) memberikan perspektif Bioinfromatika mengenai virus Covid-19.

Menurutnya, virus Corona baru atau SARS-CoV-2 sebagai penyebab penyakit COVID-19 dapat dianalisis oleh ilmu bioinformatika dalam rangka mencari solusi untuk cetak-biru diagnostik, pengobatan, dan pencegahan dalam bentuk vaksin. 

Dalam konteks diagnostik, yang dilakukan adalah navigasi ke basis data genome SARS-CoV-2 untuk mencari conserve region yang dapat dikembangkan sebagai marker untuk diagnosis molekuler.

Baca Juga: Tetap Waspada, Ternyata Virus Corona Bisa Masuk ke dalam Rumah Lewat Tiga Hal Ini

Kemudian, dalam konteks pengobatan, ada dua strategi yang dikembangkan oleh bioinformatisi.

Yang pertama adalah menggunakan basis data obat yang sudah ada, atau drug repurposing.

Kemudian menggunakan basis data herbal, yang juga sudah banyak dikembangkan oleh China.

Baca Juga: Viral Konspirasi Virus Corona adalah Ciptaan Manusia, Ilmuwan Justru Ungkap 2 Skenario Asal Mula Virus Corona Hingga Mewabah ke Seluruh Dunia: Bisa Memburuk di Masa Depan

Terakhir, dalam konteks pengembangan vaksin, peneliti menggunakan metode immunoinformatika untuk mendesain vaksin generasi baru yang lebih aman.

Sebab, materi genetikanya tidak diikutsertakan.

Pengembangan diagnosis, pengobatan, dan pencegahan dengan ilmu bioinformatika ini dimungkinkan dengan sudah tersedianya basis data urutan atau sekuens genome dan proteome virus SARS-CoV-2 di basis data gen bank.

Sementara itu, struktur 3D proteinnya tersedia di basis data RCSB/PDB (Protein Data Bank). Namun, Arli mengimbau agar masyarakat tetap mengikuti himbauan untuk menjaga jaga jarak aman, mencuci tangan dengan rutin, dan gunakan masker saat pergi ke luar rumah.

Baca Juga: Bayi Baru Lahir yang Tiba-Tiba Bicara Telur Rebus Bisa Cegah Covid-19 Ternyata Hoaks, Ini Sebenarnya Manfaat Telur untuk Tubuh Kita!

“Kami para bioinformatisi percaya bahwa segala sesuatu harus diserahkan pada ahlinya. Pemerintah dan swasta sudah membuka lowongan untuk volunteer terkait pengembangan diagnostic COVID-19, yang akan sangat baik jika diikuti oleh semua pihak terkait,” ujarnya.

Sementara itu, Arli dengan peneliti lainnya sedang berusaha untuk menemukan berbagai penemuan untuk mengobati dan mencegah covid-19.

“Memang sudah ada beberapa negara yang sedang mencoba mengembangkan vaksin, dan bahkan pemerintah Indonesia sudah membentuk task-force untuk mengembangkan vaksin COVID-19,” ujarnya.

Baca Juga: Merasa Punya Gejala Virus Corona Setelah Baca Informasi? Jangan-Jangan Sedang Alami Psikosomatis, Yuk Kenali Gejalanya!

Namun berdasarkan data pohon filogeni terakhir mengenai SARS-CoV-2, virus ini ternyata memiliki beberapa klaster, yang mungkin berkembang menjadi beberapa subtype.

Fenomena ini juga terjadi pada virus lain, seperti HIV, Flu, dan Dengue/DENV. Konsekuensinya, desain vaksin kedepannya sangat mungkin harus membuat tulang punggung atau backbone yang dapat mengkover semua klaster.

“Tantangan terbesar semua ini adalah materi genetic SARS-CoV-2 yang berupa RNA, sehingga sangat mudah bermutasi. Ini yang menyebabkan pengembangan vaksin sangat menantang, walaupun jika menggunakan ilmu bioinformatika dan instrument biomedis molekuler termutakhir, kemungkinan berhasil selalu ada,” jelasnya.(*)

Sahabat NOVA, jangan sampai ketinggalan berita dan informasi terbaru dan menarik soal selebriti dan dunia perempuan di Tabloid NOVA, ya. Dapatkan edisi terbarunya dengan berlangganan, tinggal klik di sini.