Kabar Buruk, WHO Minta Negara-Negara untuk Tak Menyerah Lantaran Pandemi Corona Masih Jauh dari Akhir, Ada Apa?

By Nadia Fairuz Ikbar, Rabu, 10 Juni 2020 | 17:16 WIB
Kabar Buruk, WHO Minta Negara-Negara Untuk Tidak Menyerah Lantaran Pandemi Corona Masih Jauh dari Berakhir, Ada Apa? (Tribun Banyumas)

NOVA.id Virus Corona masih terus menjadi momok yang amat mengerikan bagi dunia.

Virus yang berasal dari Kota Wuhan, China ini telah banyak menelan korban jiwa.

Tak hanya puluhan orang, bahkan jutaan telah dinyatakan meninggal dikarenakan terpapar virus ini.

Baca Juga: Reisa Broto Asmoro Jadi Sorotan karena Masuk di Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto Bantah Dirinya Digantikan Sang Dokter

Tak ada satupun orang yang tahu pasti kapan virus ini akan musnah dari bumi.

Bahkan, sudah berbulan-bulan pandemi corona menyerang dunia, tak ada sama sekali tanda akan berakhir, justru kasus positif semakin hari semakin meroket.

Mengutip dari Tribun-Medan.com, Organisasi KesehatanDunia (WHO) menyebut kasus baru Covid-19 mengalami peningkatan harian terbesarnya ketika pandemi corona memburuk secara global dan belum mencapai puncaknya di Amerika tengah.

Baca Juga: Banyak Aktivitas di Luar Rumah, Baim Wong Rutin Rapid Test Dua Minggu Sekali, Begini Hasilnya

WHO mendesak negara-negara untuk melanjutkan upaya-upaya penanggulangan virus.

"Lebih dari enam bulan, ini bukan saatnya bagi negara manapun untuk menghentikan upaya penanggulangan virus corona," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, di Jenewa, Senin (09/06).

Menurutnya, lebih dari 136 ribu kasus baru dilaporkan di seluruh dunia pada Minggu, paling banyak dalam satu hari sejauh ini. Hampir 75 persen dari kasus Covid-19 dilaporkan dari 10 negara, sebagian besar di Amerika dan Asia Selatan.

Baca Juga: Selain Masker, Bawa Beberapa Barang Ini Demi Cegah Penularan Covid-19 di Transportasi Umum dan di Kantor selama Masa New Normal

Ahli kegawatdaruratan terkemuka dari WHO Dr Mike Ryan, mengatakan "Kita perlu fokus sekarang pada apa yang kita lakukan hari ini untuk mencegah puncak gelombang ke dua.

"Ryan juga mengatakan infeksi di negara-negara Amerika tengah termasuk Guatemala masih meningkat, dan mereka adalah epidemi kompleks.

"Saya pikir ini adalah saat yang sangat memprihatinkan," katanya seraya menyerukan kepemimpinan pemerintah yang kuat dan dukungan internasional untuk kawasan itu. Brasil saat ini menjadi wilayah tertinggi kasus Covid-19, jumlah kasus terkonfirmasi kedua terbanyak, setelah Amerika Serikat, dan jumlah kematian pekan lalu melampaui Italia.

Baca Juga: Jarang Terlihat di Layar Kaca, Begini Kabar Terbaru Pinkan Mambo Mantan Personel Duo Ratu yang Kini Punya Bisnis Seabrek

Setelah mengeluarkan angka kumulatif untuk kematian akibat virus corona di Brasil, Departemen Kesehatan menebarkan kebingungan dan kontroversi lebih lanjut dengan merilis dua model angka yang saling bertentangan untuk penghitungan terbaru kasusi nfeksi dan kematian.

Ryan mengatakan data Brasil "sangat rinci" sejauh ini tetapi menekankan pentingnya bagi Brasil untuk memahami di mana virus itu dan bagaimana mengelola risiko. Maria van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi WHO, mengatakan pendekatan komprehensif sangatpenting di Amerika Selatan.

Lebih dari 7 juta orang dilaporkan terinfeksi virus corona secara global dan lebihdari 400 ribu meninggal dunia.

Baca Juga: Buat Rekor Baru, Surabaya Catat Angka 519 Pasien Covid-19 Sembuh Hanya Dalam 5 Hari, Wali Kota Risma Bocorkan Rahasianya

"Ini masih jauh akan berakhirnya pandemi," kata van Kerkhove.Setidaknya setengah dari kasus virus corona yang baru ditemukan di Singapura tidak menunjukkan gejala, kata ketua gugus tugas.

Van Kerkhove mengatakan banyak negara yang melakukan pelacakan kontak telah mengidentifikasi kasus tanpa gejala tetapi tidak menemukan mereka menyebabkan penyebaran virus lebih lanjut.

(Ilustrasi) virus corona (iStockphoto)

Sejak Agustus 2019

Havard Medical School, London, menemukan fakta baru menyangkut virus corona di Wuhan, China. Menurut hasil penelitian Havard Medical School, Covid-19 kemungkinan telah menyebar di China paling awal sejak Agustus 2019.

Baca Juga: Meninggal Karena Covid-19, Ayah dan Ibu dari Perempuan Hamil Ini Menyusul, Sang Kakak: Virus Ini Benar-Benar Nyata

 

Penelitian itu didasari citra satelit menyangkut pola kunjungan ke rumah sakit dan data mesin pencarian di dunia maya. Kajian itu mengolah informasi dari kunjungan pasien sebagaimana terlihat dari sejumlah halaman parkir rumahsakit di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

Data itu didapat melalui citra satelit beresolusi tinggi. Sedang dua kata dari mesin pencari atau search engine yang jadi fokus penelusuran adalah "batuk" dan "diare".

"Tingginya tingkat kunjungan orang ke rumah sakit dan pencarian data terkait gejala penyakit (Covid-19) di Wuhan telah lebih dulu terjadi dan terdokumentasikan sebelum kasus pertama SARS-CoV-2 diumumkan pada Desember 2019," menurut hasil kajian itu.

Baca Juga: Menuju New Normal, Konsep Travel Bubble Ramai Diperbincangkan di Berbagai Negara, Apa Itu?

Ditambahkan, meskipun peneliti tidak dapat mengonfirmasi ada keterkaitan tingginya angka kunjungan dengan adanya virus baru, bukti-bukti yang terkumpul mendukung temuan kajian lainnya yaitu virus itu telah menyebar sebeluma danya temuan di Pasar Huanan Seafood.

"Temuan ini juga sejalan dengan hipotesis virus itu muncul secara alamiah di wilayah selatan China dan kemungkinan telah menyebar lebih dulu sebelum adanya klaster Wuhan," demikian ditunjukkan dari hasil penelitian tersebut.

Kajian itu menunjukkan adanya peningkatan kendaraan yang terparkir di rumah sakit padaAgustus 2019.

Baca Juga: Jawab Kebutuhan Konsumen di Tengah Pandemi, Wingscare Protector Diluncurkan

"Pada Agustus, kami mengidentifikasi kenaikan tidak wajar pada pencarian laman mengenaidiare. Pencarian itu tidak ditemukan saat musim flu sebelumnya atau tercermin dalam data pencarian tentang batuk," bunyi kajian dari Harvard. 

Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.

Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)