APAB Gelar Webinar dengan Topik Kewarganegaraan Ganda untuk Advokasi Kesejahteraan Keluarga Perkawinan Campuran

By Ratih, Rabu, 5 Agustus 2020 | 15:28 WIB
APAB Gelar Webinar dengan Topik Kewarganegaraan Ganda untuk Advokasi Kesejahteraan Keluarga Perkawinan Campuran (Freepik)

Kecenderungan tersebut sebagian sudah diakui oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan serta Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dimana suami/istri warga negara asing yang menikah dengan warga negara Indonesia mendapatkan izin tinggal tetap di Indonesia (KITAP) serta pemberian kewarganegaraan ganda terbatas kepada anak dari perkawinan campuran pada saat lahir.

"Langkah maju seperti ini merupakan langkah pertama yang positif untuk mengakomodir kenyataan yang terjadi saat ini dimana dunia semakin terhubung nyaris tanpa batas," kata Nia Schumacher, Ketua APAB.

Namun demikian, dalam kerangka hukum Indonesia saat ini, keluarga perkawinan campuran masih menghadapi banyak kendala.

"Kurangnya perlakuan yang setara di bawah hukum Indonesia mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga perkawinan campuran," ujar Nia.

Baca Juga: Mudah Dicari, 4 Bahan Herbal asal Indonesia Ini Ampuh Tingkatkan Imun

"Hal ini semakin nyata dengan terjadinya pandemi COVID-19, dimana banyak keluargaperkawinan campuran mengalami kepedihan karena terjadi perpisahan maupun masalah lain karena adanya peraturan pembatasan keluar-masuk negara serta gangguan layanan keimigrasian baik di Indonesia maupun negara lainnya," tambahnya.

Dari sudut pandang hak asasi manusia (HAM), beberapa peraturan perundang-undangan diIndonesia secara langsung membatasi pemenuhan beberapa hak-hak utama yang mendasar dari keluarga perkawinan campuran, dimana hak-hak tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta beberapa instrumen pokok HAM yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.

Pembatasan lainnya adalah persyaratan yang diatur di Pasal 6 Undang-Undang Kewarganegaraan yang mewajibkan anak dari keluarga perkawinan campuran memilih satu kewarganegaraan setelah mencapai umur 18 tahun.

Persyaratan tersebut membatasi hak anak untuk mempertahankan identitas sepenuhnya, dan tidak mengenali potensi orang berkewarganegaraan ganda untuk bertindak sebagai jembatan antara Indonesia dan negara-negara lain dengan menyumbangkan keterampilan dan perspektif dunia mereka.

Baca Juga: Lagi! Data Pengguna Aplikasi Kredit asal Indonesia Bocor dan Diperjualbelikan Secara Bebas