Seperti yang diutarakan oleh Pak Fahri, "Kemanusiaan harus mendapatkan tempat tertinggi dan inipun sudah sesuai dengan falsafah Pancasila. Apa hak kita untuk membatasi hak anak yang tidak tahu menahu ibu dan bapak memiliki kewarganegaraan yang berbeda."
Dalam kaitannya ini dan mengingat Pasal 16.3 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang mengakui keluarga sebagai "kelompok alamiah dan fundamental di tatanan sosial" yang berhak mendapatkan "perlindungan dari masyarakat dan Negara", APAB mengusulkan revisi UndangUndang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang akan memungkinkan anak dari keluarga perkawinan campuran, serta istri dan suami setelah 10 tahun usia perkawinannya, untuk memperoleh kewarganegaraan ganda semur hidup.
Menurut Prof. Susi, "Bila kewarganegaraan ganda dipandang sebagai 'kebutuhan atau keperluan', beberapa hal yang harus dipikirkan, termasuk kualifikasi terkait dengan kriteria subjek yang diakui memiliki kewarganegaraan Indonesia dan secara simultan memiliki kewarganegaraan asing."
Sedangkan Ibu Yuyun mendukung upaya-upaya diskusi tentang kewarganegaraan ganda karena selama ini isu tersebut selalu dilihat dari kacamata sensitif.
Baca Juga: Hasil Survei: Layanan Kesehatan Penyintas Kanker Harus Jadi Prioritas
"Mudah-mudahan hal ini bisa membuka pintu selebar-lebarnya agar isu yang selama ini tidak bisa didiskusikan akan bisa didiskusikan; di Indonesia dan bahkan di ASEAN masih kurang dibahas," katanya.
Selanjutnya Pak Heru menyampaikan tuntutan kewarganegaraan ganda untuk keluarga perkawinan campuran menjadi relevan karena sesuai dengan tuntutan jaman serta globalisasi dan perlindungan HAM.
Di samping itu, negara juga akan mendapat manfaat dari pemberlakuan kewarganegaraanganda ini.
APAB didirikan pada bulan September 2002 dan merupakan perkumpulan yang terdiri dari beberapa organisasi perkawinan campuran, termasuk Srikandi, Komunitas Melati Worldwide (Komet VW), Cross Cultural Couples Club (C4) dan DIANA, serta individu yang menaruh perhatian kepada situasi keluarga perkawinan campuran baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Secara keseluruhan, APAB mewakili lebih dari 6,000 anggota keluarga perkawinan campuran yang tinggal di Indonesia dan di luar negeri.
Selama 2 dekade terakhir, advokasi APAB kepada kementerian, DPR dan pemangkukepentingan lain telah berkontribusi kepada pengakuan dan perlindungan yang lebih besar terhadap hak-hak keluarga perkawinan campuran, terutama dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI dan Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Baca Juga: Ibu Hamil Tak Boleh Konsumsi Durian? Begini Penjelasannya Menurut Ahli
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)