NOVA.id - Saat ini masyarakat sedang ramai mengecam dan menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.
Bahkan banyak masyarakat yang akan melakukan gerakan mogok Nasional.
Diketahui gerakan mogok Nasional Oktober 2020 ini dilakukan selama 3 hari dimulai pada Selasa (06/10).
Baca Juga: Nggak Sulit, Ini Trik Buat Kentang Goreng ala Restoran Cepat Saji
Lalu apa itu omnibus law yang jadi kontroversi dan ditolak mati-matian oleh kalangan buruh dan apa isi RUU Cipta Kerja (omnibus law itu apa)?
Secara terminologi, omnibus berasal dari Bahasa Latin yang berarti untuk semuanya.
Dalam konteks hukum, omnibus law adalah hukum yang bisa mencakup untuk semua atau satu undang-undang yang mengatur banyak hal.
Dengan kata lain, omnibus law artinya metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari omnibus law.
Dalam omnibus law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Baca Juga: Ahli Tarot Ini Ungkap Siapa Sebenarnya Ayah dari Anak yang Dikandung Nadya Mustika
Namun demikian, Omnibus Law Cipta Kerja jadi RUU yang paling banyak jadi sorotan publik.
Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.
Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia.
Baca Juga: Ulang Tahun ke-31, Asmirandah Dapat Hadiah Spesial dari Jonas Rivanno
Hal ini yang membuat banyak serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja.
Sementara itu, dikutip dari Naskah Akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja, ada 11 klaster yang masuk dalam undang-undang ini antara lain Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus.
Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR.
Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait.
Pasal kontroversial
Banyaknya UU yang tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat Omnibus Law.
Salah satunya sektor ketenagakerjaan.
Jika disahkan, RUU Cipta Kerja akan merevisi sejumlah pasal di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.
Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK.
Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan.
Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja justru mengalami penyusutan.
Di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.
Baca Juga: Tren Perawatan Kecantikan Mata yang Melejit di Masa Pandemi Covid-19
Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law adalah dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja.
Salah satu yang jadi sorotan yakni penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.
Lalu, buruh juga mempersoalkan Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per minggu.
Ini artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin berkurang dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Jika disahkan, pemerintah dianggap memberikan legalitas bagi pengusaha yang selama ini menerapkan jatah libur hanya sehari dalam sepekan.
Sementara untuk libur dua hari per minggu, dianggap sebagai kebijakan masing-masing perusahaan yang tidak diatur pemerintah. Hal ini dinilai melemahkan posisi pekerja. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mengenal Apa Itu Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Isi Lengkapnya