NOVA.id - Mobilitas atau pergerakan masyarakat yang tinggi membuat risiko penularan virus corona menjadi lebih besar. Hal tersebut biasanya terjadi pada momen seperti masa liburan akhir tahun seperti saat ini.
Oleh sebab itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan bila tidak mendesak.
"Saya mengimbau masyarakat, jika perjalanan tidak mendesak, diharapkan tidak melakukannya," jelas Wiku dikutip dari lama Covid19.go.id, Selasa (15/12/2020).
Ia juga berharap masyarakat mengenali tingkat risiko mobilitas supaya lebih berhati-hati terhadap penularan Covid-19. Wiku memaparkan, ada 4 jenis mobilitas yang dikelompokkan berdasarkan tingkat risiko, mulai dari yang terendah hingga tertinggi.
Baca Juga: Pernah Disinggahi Orang Positif Covid-19, Bagaimana agar Ruangan Kembali Steril?
1. Risiko terendah
Mobilitas yang tergolong rendah risiko meliputi aktivitas di rumah dan berinteraksi hanya dengan keluarga inti, diselingi sesekali melakukan perjalanan ke luar rumah untuk hal mendesak.
Perjalanan singkat menggunakan kendaraan pribadi bersama keluarga tanpa berhenti selama perjalanan juga tergolong mobilitas berisiko rendah.
2. Lebih berisiko
Selanjutnya kondisi lebih berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama keluarga tanpa melakukan pemberhentian selama perjalanan. Namun melakukan interaksi dengan bukan anggota keluarga inti di ruang terbuka dengan mematuhi protokol menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan menggunakan sabun (3M).
3. Lebih tinggi berisiko
Kondisi lebih tinggi berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama bukan anggota keluarga, perjalanan kereta atau bus jarak jauh.
Baca Juga: Perhatikan, Ini Perbedaan Proses Vaksinasi Anak dan Dewasa
Selama perjalanan Anda berinteraksi dengan beberapa orang yang bukan keluarga inti di ruang tertutup dengan sebagian besar mematuhi protokol 3M.
4. Risiko tinggi
Kondisi risiko tertinggi, yaitu penerbangan dengan transit, perjalanan dengan kapal atau perahu, dan berinteraksi dengan orang dari beragam sumber di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk dengan sebagian kecil mematuhi protokol kesehatan.
Mengenai mitigasi risiko mobilitas, pemerintah sedang memfinalisasi kebijakan terkait pelaku perjalanan antarkota yang meliputi persyaratan sampai mekanisme perjalanan dan kembali ke tempat asalnya.
"Pengambilan kebijakan terkait pelaku perjalanan dilakukan karena selalu ada tren kenaikan kasus setiap adanya masa liburan panjang," kata Wiku.
Baca Juga: Bagaimana Gejalanya Jika Ibu Hamil Positif Terinfeksi Covid-19?
Wiku mengingatkan kembali, berdasarkan studi Mu et al pada 2020, mengenai dampak mobilitas libur panjang Imlek di China, ditemukan bahwa kota yang letaknya lebih dekat dengan pusat epidemik Covid-19, sekaligus dekat dengan daerah perkotaan padat penduduk akan memilki risiko kemunculan kasus baru yang lebih tinggi.
Pembatasan mobilitas antar kota, dapat menekan peluang risiko penularan sebesar 70 persen. Pembatasan mobilitas dalam kota sebesar 40 persen harus diikuti monitoring dan evaluasi yang baik.
Sementara dari studi Chun Chang et al 2020, mengenai dampak wabah di Taiwan, ditemukan bahwa waktu, durasi dan tingkat pembatasan perjalanan memiliki andil dalam menentukan besar jumlah kasus.
"Selain itu, sudah jelas berdasarkan data, kita sudah sama-sama mempelajari, bahwa setiap liburan yang meningkatkan mobilitas penduduk akan mengakibatkan lonjakan kasus pada 2 hingga 4 minggu setelahnya," jelas Wiku.
Oleh sebab itu, jika memang memutuskan untuk bepergian, pahami dulu tingkat risiko penularan Covid-19 yang akan dihadapi. Dengan begitu, Anda dan keluarga lebih peka dan taat melakukan protokol kesehatan 3M.