NOVA.id - Vaksinasi Covid-19 perdana dilakukan di Istana Kepresidenan hari ini, Rabu 13 Januari 2021.
Sejumlah pejabat dan perwakilan masyarakat juga turut mendapatkan vaksin Corona Vac, produk Sinovac, Tiongkok, China.
Salah satunya adalah Raffi Ahmad sebagai perwakilan anak muda yang disuntik vaksin Sinovac pada sesi 1.
Baca Juga: Jadwal Pemberian Vaksin Covid-19 DKI Jakarta Diundur, Ini Tanggal yang Baru
Vaksin Sinovac telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dengan izin penggunaan darurat ini, vaksin Corona Vac produksi Sinovac Life Science Co.Ltd.China dan PT Bio Farma (Persero) dapat digunakan untuk program vaksinasi di Indonesia.
Dalam pemberian izinnya, BPOM melakukan kajian hasil uji klinis tahap akhir pengujian vaksin, termasuk khasiat atau efikasi vaksin.
Baca Juga: 2 Cara Mengecek Nama Penerima Vaksin Covid-19 Gratis, Simak Langkahnya
Dilansir laman resmi WHO, efikasi vaksin adalah kemanjuran vaksin yang dihitung dalam presentase.
Angka efikasi vaksin ini menunjukkan kemungkinan penurunan insiden penyakit dalam kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi.
Sementara itu, keefektifan vaksin adalah kemampuan vaksin untuk mencegah hasil yang diinginkan di dunia nyata.
Dilansir laman The Immunisation Advisory Centre, baik efikasi (kemanjuran) dan keefektifan vaksin adalah ukuran yang membandingkan tingkat penyakit antara orang yang divaksinasi dan yang tidak divaksinasi.
Kemanjuran diukur dalam uji klinis terkontrol, sedangkan efektivitas diukur setelah vaksin disetujui untuk digunakan pada populasi umum.
Dari perbandingan tersebut ilmuwan dapat mengidentifikasi proporsi orang yang divaksinasi yang diharapkan dapat terlindungi oleh vaksin.
Kekebalan kelompok atau herd immunity merupakan mekanisme penting yang melindungi komunitas yang lebih besar.
Untuk beberapa penyakit, jika cukup banyak orang yang kebal maka penularan penyakit berkurang atau dihilangkan.
"Cakupan vaksin yang tinggi harus dipertahankan untuk mencegah penyakit masuk kembali ke populasi," tulis ahli dalam laman tersebut.
Baca Juga: Jadi Orang Pertama, Presiden Jokowi Dipastikan akan Disuntik Vaksin Covid-19 Esok Hari
Sebagai catatan, tidak ada vaksin yang 100 persen efektif. Sebagian kecil orang tidak terlindungi setelah vaksinasi dan untuk orang lain perlindungan tersebut dapat berkurang seiring waktu.
Beberapa orang juga tidak dapat divaksinasi karena kondisi tertentu seperti kondisi yang berkaitan dengan kekebalan tubuh.
Mempertahankan kekebalan pada orang di sekitar orang-orang yang tidak divaksin ini akan ikut melindungi mereka dari penyakit.
Baca Juga: Vaksinasi Segera Dimulai, Ini 2 Cara Mudah Cek Daftar Penerima Vaksin Covid-19
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr Ir Penny K Lukito menyatakan efikasi vaksin CoronaVac yang diproduksi Sinovac China mencapai 65,3 persen.
Sedangkan, efikasi vaksin Covid-19 Sinovac ini berdasarkan laporan dari pengujian di negara Turki adalah sebesar 91,25 persen dan di Brasil adalah sebesar 78 persen.
Menurut Prof DR Zullies Ikawati, Apt, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Vaksin dengan efikasi atau kemanjuran 65,3% dalam uji klinik berarti terjadi penurunan 65,3% kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo).
Baca Juga: Profil Kathrin Jansen, Ilmuwan Perempuan di Balik Keberhasilan Vaksin Pfizer untuk Covid-19
Dan itu didapatkan dalam suatu uji klinik yang kondisinya terkontrol.
"Jadi misalnya pada uji klinik Sinovac di Bandung yang melibatkan 1600 orang, terdapat 800 subyek yang menerima vaksin, dan 800 subyek yang mendapatkan placebo (vaksin kosong).
"Jika dari kelompok yang divaksin ada 26 yang terinfeksi (3.25%), sedangkan dari kelompok placebo ada 75 orang yang kena Covid (9.4%), maka efikasi dari vaksin adalah = (0.094 – 0.0325)/0.094 x 100% = 65.3%.
Baca Juga: Protokol Kesehatan Harus Tetap Dijalankan, Meski Vaksin Covid-19 Telah Ditemukan
"Jadi yang menentukan adalah perbandingan antara kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak," jelas Prof DR Zullies Ikawati.
Efikasi ini akan dipengaruhi dari karakteristik subyek ujinya.
Jika subyek ujinya adalah kelompok risiko tinggi, maka kemungkinan kelompok placebo akan lebih banyak yang terpapar, sehingga perhitungan efikasinya menjadi meningkat.
Baca Juga: Tidak Perlu Takut untuk Pergi ke Rumah Sakit Asal Terapkan 5 Langkah Ini
Jadi misalnya pada kelompok vaksin ada 26 yang terinfeksi, sedangkan kelompok placebo bertambah menjadi 120 yg terinfeksi, maka efikasinya meningkat menjadi 78.3%.
Uji klinik di Brazil menggunakan kelompok berisiko tinggi yaitu tenaga Kesehatan, sehingga efikasinya diperoleh lebih tinggi.
Sedangkan di Indonesia menggunakan populasi masyarakat umum yang risikonya lebih kecil.
Baca Juga: Setelah Vaksin Sudah Didistribusikan, Masihkah Perlukah Masyarakat Terapkan 3M?
Jika subyek ujinya berisiko rendah, apalagi taat dengan prokes, tidak pernah keluar rumah sehingga tidak banyak yg terinfeksi, maka perbandingan kejadian infeksi antara kelompok placebo dengan kelompok vaksin menjadi lebih rendah, dan menghasilkan angka yang lebih rendah.
"Katakanlah misal pada kelompok vaksin ada 26 yg terinfeksi COVID (3,25%) sedangkan di kelompok placebo cuma 40 orang (5%) karena menjaga prokes dengan ketat, maka efikasi vaksin bisa turun menjadi hanya 35%, yaitu dari hitungan (5 - 3,25)/5 x 100% = 35%.
Baca Juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin, Berikut 6 Kelompok Prioritas Vaksinasi
"Jadi angka efikasi ini bukan harga mati, dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor ketika uji klinik dilakukan.
"Selain itu, jumlah subyek uji dan lama pengamatan juga dapat memperngaruhi hasil. Jika pengamatan diperpanjang menjadi 1 tahun, sangat mungkin menghasilkan angka efikasi vaksin yang berbeda," ujar Prof DR Zullies Ikawati.
Penurunan kejadian infeksi sebesar 65%-an secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang.
Baca Juga: IDI Ungkap Vaksin Covid-19 Belum Bisa Hilangkan Pandemi Corona di 2021
"Katakanlah dari 100 juta penduduk Indonesia, jika tanpa vaksinasi ada 8,6 juta yang bisa terinfeksi, jika turun 65% dengan vaksinasi, maka hanya 3 juta penduduk yang terinfeksi, selisih 5,6 juta.
"Dapat dihitung (0.086 – 0.03)/0.086 x 100% = 65%. Jadi ada 5,6 juta kejadian infeksi yang dapat dicegah.
"Mencegah 5 jutaan kejadian infeksi tentu sudah sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas perawatan kesehatan.
Baca Juga: Baru Tiba di Indonesia, Ini Perbandingan Harga Vaksin Sinovac dengan Vaksin Lainnya
"Belum lagi secara tidak langsung bisa mencegah penularan lebih jauh bagi orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin, yaitu jika dapat mencapai kekebalan komunal atau herd immunity.
"Jadi, saya pribadi masih menaruh harapan kepada vaksinasi, semoga bisa mengurangi angka kejadian infeksi COVID di negara kita.
"Apalagi jika didukung dengan pemenuhan protokol kesehatan yang baik, semoga dapat menuju pada pengakhiran pandemi COVID di Indonesia," tutup Prof DR Zullies Ikawati.
Baca Juga: Mengenal 6 Jenis Vaksin Covid-19 yang Sudah Ditetapkan di Indonesia
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store. (*)