Setelah UU Cipta Kerja disahkan pada Februari 2021, pemerintah mulai menyusun peraturan turunan untuk berbagai sektor, dan beberapa perusahaan mulai mempraktikannya.
Dalam bidang ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja melegalkan praktik-praktik buruk. UU Cipta Kerja juga mempermudah praktik investasi skala besar yang menihilkan hak-hak sosial-masyarakat dan lingkungan.
Pers yang memperjuangkan demokrasi termasuk di dalamnya jurnalis perempuan yang meliput aksi demonstrasi pun tidak lepas menjadi korban kekerasan.
Sepanjang 2020, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat ada 84 kekerasan terhadap jurnalis, tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Sebagian besar adalah intimidasi, kekerasan fisik, dan perusakan alat kerja yang mayoritas dilakukan oleh oknum aparat.
Baca Juga: Dulu Murka Suaminya Direbut, Maia Estianty Kini Justru Berterima Kasih pada Mulan Jameela
Tak hanya itu, hasil survei AJI Jakarta pada Agustus 2020 menemukan, sebanyak 25 dari 34 responden yang berpartisipasi dalam survei, mengaku pernah mengalami kekerasan seksual. Mayoritas pelaku adalah pejabat publik.
“Momen hari ini, kami menuntut negara untuk lebih serius melindungi hak pekerja media perempuan. Perusahaan media juga harus memenuhi hak pekerja perempuan dan berkomitmen untuk melindungi jurnalis yang menjadi korban kekerasan seksual.
Penanganannya harus serius dan dijamin oleh perusahaan dengan membela korban dan memberi pemulihan untuk korban,” ujar Ika Ningtyas, Sekretaris Jenderal AJI Indonesia.
Dalam rangka merayakan Hari Perempuan Internasional 2021 yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2021, GERAK Perempuan yang terdiri dari gerakan masyarakat sipil atas berbagai kelompok dari seluruh Indonesia, mengajak perempuan dan seluruh lapisan masyarakat untuk "Melawan kekerasan terhadap perempuan, menantang sistem politik yang mengabaikan hak rakyat!". (*)