Tak heran beberapa petfluencer akhirnya membuka kerja sama atau jasa endorsement untuk menghubungkan brand dengan target pasarnya.
Bukan hanya brand kecil, brand-brand besar pun mulai banyak yang menggunakan jasa petfluencer.
Lantas, konten apa yang biasanya disajikan oleh petfluencer?
Macam-macam, tergantung jenis hewan peliharaan dan konsep si pemilik.
Ada yang menampilkan konten keseharian si hewan peliharaan, edukasi kebiasaan hewan, meal preparation, tips grooming, rekomendasi pakaian hewan, review hewan peliharaan, dan masih banyak jenis konten lainnya.
Dari sekian banyak jenis konten itu, menurut Firman, konten yang paling banyak mendapat respons adalah gambaran relasi antara hewan peliharaan dengan pemiliknya.
“Jadi ada relasinya, mau bagus atau tidak bagus, tapi menggemaskan. Misalnya, anjing menghancurkan sofa atau kucing memijat pemiliknya, biasanya akan ada tanggapan atau respons yang cukup deras,” jelas Firman.
Dalam konteks ini ada konsep yang disebut antropomorfisme.
Jadi sikap hewan peliharaan dinilai dari sudut pandang manusia, perilakunya dimaknai seperti perilaku manusia.
Meski terlihat lucu dan baik adanya, jangan sampai melampaui batas saat menjadi petfluencer, ya.
Berdasarkan data Digital Civility Indeks tahun 2020, Indonesia adalah negara penyiksa binatang nomor satu di dunia.