NOVA.id – Rencana pelabelan Bisfenol A (BPA) pada air mineral kemasan galon guna ulang tengah ramai dibicarakan publik.
Pasalnya belakangan ini, muncul polemik seputar Bisfenol A (BPA) yang menyebabkan berbagai masalah kesehatan, bahkan kanker, dan gangguan hormonal seperti kemandulan.
Namun sejauh ini belum ada riset konklusif terkait dampak BPA terhadap kesehatan, dan belum ada riset yang relevan dengan kondisi di Indonesia.
BPA sendiri adalah zat yang terdapat dalam kemasan, biasanya kaleng atau plastik. Fungsinya untuk memperkuat daya tahan kemasan sehingga bisa digunakan ulang. Komposisi BPA dalam wadah atau kaleng ini sangat kecil, dan tidak mudah untuk terurai.
Sejumlah badan kesehatan terkemuka dari seluruh dunia (termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, Health Canada, Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Standar Makanan Australia Selandia Baru), menyatakan bahwa paparan BPA tidak menimbulkan risiko kesehatan atau masalah keselamatan bagi orang-orang dari segala usia (termasuk anak yang belum lahir, bayi, dan wanita hamil).
Sayangnya, narasi terkait dengan pengaruh BPA pada kesehatan belum banyak dipaparkan oleh para ahli.
“Sampai saat ini belum ada buktinya. Tidak cukup data untuk menyatakan BPA ini menyebabkan kanker. Kita perlu mengumpulkan data yang lebih banyak lagi dalam beberapa tahun ke depan sampai kita benar-benar yakin tentang hal ini,” tegas Prof. dr. Aru Wisaksono Sudoyo SpPD-KHOM, Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI).
Prof. Aru menambahkan, alih-alih BPA, penyakit kanker lebih banyak disebabkan oleh 3 faktor yang berkaitan dengan gaya hidup dan ini sudah dibuktikan melalui bukti ilmiah yang sahih yaitu pertama, overweight atau obesitas, gaya hidup kurang olahraga, dan pola makan tidak sehat.
Selain tiga faktor tersebut, faktor lain seperti zat kimiawi dari lingkungan pengaruhnya sangat kecil hanya sekitar 2%.
Baca Juga: Dialami Lesti Kejora, Ini Pertolongan Pertama pada Cedera Kepala
“Isu rokok lebih penting dikaitkan dengan kanker dibandingkan BPA. Sekali lagi, masih ada konflik data terkait BPA menyebabkan kanker,” jelas Prof. Aru.
Menurut dr. Laurentius Aswin Pramono, M-Epid, dokter spesialis penyakit dalam, terkait dengan endokrin, pada dasarnya semua bahan kimia bersifat endocrine disruptor, yaitu komponen kimiawi yang bisa mengganggu fungsi sistem endokrin dan reproduktif dalam tubuh kita.
“Namun untuk menimbulkan gangguan metabolisme dan endokrin, butuh kadar yang sangat besar dalam satu waktu secara bersamaan. Dalam berbagai review study, penggunaan bahan kimia dalam keseharian ternyata tidak mampu mencapai ambang yang bisa menyebabkan endocrine disruption,” tuturnya.
Dr. Aswin melanjutkan, kandungan BPA dalam galon guna ulang hanya 0,001% dari ambang batas yang bisa mengganggu.
“Disebutkan, butuh 10 ribu galon dalam satu waktu untuk bisa mencapai jumlah tersebut. Terkait hal ini, memang tidak perlu khawatir untuk menggunakan galon sehari-hari,” ujarnya.
Secara umum, zat-zat kimia yang masuk ke tubuh akan dibersihkan melalui berbagai mekanisme. Misalnya melalui detoksifikasi di liver (hati), dan dibuang oleh ginjal melalui urin.
“Ada banyak jalur pembuangan zat kimia dari tubuh kita. Untuk BPA, akan didetoks di liver. Jadi dalam jumlah kecil tidak berbahaya karena akan didetoksifikasi, sehingga tidak masuk ke peredaran darah,” tutur dr. Aswin.
Dengan kata lain, BPA yang masuk ke tubuh sehari-hari dalam jumlah kecil tidak akan terakumulasi, sehingga potensinya sangat minim untuk bisa menimbulkan endocrine disruption.
“Yang berpotensi mengganggu adalah yang masuk dalam jumlah yang sangat besar dalam satu waktu, bukan akumulasi selama puluhan tahun,” tegas dr. Aswin.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)