Limbah kaca tersebut dipilih dan dibersihkan sesuai warnanya. Kemudian, kaca-kaca tersebut dileburkan di suhu 1.600 derajat celcius. Proses selanjutnya, para pengrajin meniup kaca-kaca yang sudah dilebur dengan dimasukkan ke dalam alat bernama mal, sambil ditiup dan diputar-putar.
Lalu setelah terbentuk, dimasukkan kembali ke dalam oven pendingin sampai semalaman. Kaca bisa dikeularkan setelah keesokan harinya untuk dilakukan finishing.
Kerajinan kaca tiup tersebut bisa dibentuk menjadi berbagai variasi. Seperti asbak, gelas wine, vas bunga, aquarium, dan lain-lain. jika Sahabat NOVA tertarik membelinya, kerajinan kaca tiup dibandrol dengan harga mulai Rp50 ribu hingga Rp25 juta.
Kendati demikian, Gede mengungkapkan kesulitan yang tengah mereka hadapi saat ini. Para pengrajin tengah kebingungan mencari alternatif pengganti gas LPG akibat harga gas yang tidak pasti.
Pasalnya, untuk menyalakan satu tungku saja, para pengrajin bisa menghabiskan sekitar 3-4 tabung gas per harinya.
“Kita enggak ada (alternatif pengganti gas). Kalau saya lihat di YouTube bisa pakai pellet kayu sama pakai listrik. Kita mau cari rekan teknisi, tolong berikan kalau ada teknisi, biar kami tidak berhenti,” kata pemilik St. Factory Blowing Gass ini.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)