Bukannya Hemat, YLKI Peringatkan BBM Subsidi Justru Bikin Boros karena Hal Ini

By Ratih, Minggu, 13 November 2022 | 11:31 WIB
Ilustrasi BBM (Fahroni)

NOVA.id - Dalam diskusi publik bertajuk Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di DKI Jakarta, Senin (07/11), Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyoroti beberapa poin penting. Salah satunya adalah terkait kerugian yang ditimbulkan dari membeli BBM bersubsidi.

Menurut Tulus, membeli BBM yang lebih murah penghematannya tidak signifikan.

Pasalnya, dampak negatif justru bisa lebih besar di waktu mendatang.

Hal ini karena jenis BBM murah seringkali tidak cocok dengan jenis mesin kendaraan.

Kondisi tersebut akan menimbulkan masalah pada kendaraan bermotor sehingga masyarakat perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk perbaikan.

"Masyarakat sering salah kaprah, dengan membeli BBM yang lebih murah, tapi penghematannya tidak signifikan. Sedangkan dampaknya justru bisa lebih besar."

"Karena harus mengeluarkan biaya maintenance yang lebih tinggi," ujarnya.

Tulus juga menyoroti BBM bersubsidi yang salah sasaran.

Ia merujuk pada UU 30 Tahun 2017 tentang Energi yang menegaskan subsidi energi itu adalah hak masyarakat yang tidak mampu.

"Jadi jika BBM bersubsidi mayoritas digunakan oleh pemilik kendaraan bermotor, maka ini bentuk ketidakadilan dari sisi ekonomi," ungkapnya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi (KBR)

Baca Juga: Harga BBM Shell Lebih Murah dari Pertamina, Berikut Rincian Lengkapnya

Lalu dari sisi ekologis, Tulus melihat adanya ketidakadilan dari efek buruk terhadap lingkungan.

"Dari sisi ekologis, bbm bersubsidi adalah bentuk ketidakadilan ekologis."

"Sebab yang berhak atas subsidi energi adalah energi baru terbarukan, bukan energi fosil seperti BBM, apalagi BBM dengan kadar oktan yang rendah," sambungnya.

Tulus meminta pemerintah memprioritaskan perbaikan transportasi publik untuk menekan polusi di Ibu Kota.

"Agar pemerintah mengembangkan transportasi umum yang baik, nyaman, murah."

"Sehingga ketika terjadi migrasi dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum masal, akan menekan tingkat polusi di kota kota besar, khususnya Jakarta," jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga bisa menerapkan kebijakan agar masyarakat beralih ke kendaraan yang lebih eco-friendly.

"Harus ada kebijakan berupa insentif dan disinsentif bagi warga. Sebagai contoh, bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, maka bisa dikenakan tarif parkir progresif dan lebih mahal."

"Hal ini sudah mulai diujicobakan di Jakarta. Daerah lain bisa menerapkan hal yang sama," tandasnya.

Baca Juga: Per 1 Januari 2023, Pemerintah Larang Penjualan BBM RON 88 dan 89

Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.

Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)