NOVA.id - “Ingin punya anak berapa, nih, nanti?”
“Mau langsung atau tunda dulu?”
Rasanya pertanyaan semacam ini tak asing lagi di telinga. Bukan cuma ditujukan kepada kita yang sudah menikah, bahkan kita yang baru akan menikah.
Biasanya, sih, pertanyaan ini disampaikan oleh orang terdekat, ya orangtua, nenek, tante, paman, dll.
Tapi coba bayangkan sejenak. Apa yang akan terjadi jika kita menjawab pertanyaan itu dengan pernyataan tegas dan mantap, “Saya enggak mau punya anak.”
Duh! Bisa-bisa kita lansung dapat ceramah panjang-lebar, bukan tak mungkin disertai gunjingan dan cibiran.
Kira-kira kondisi inilah yang belakangan dialami oleh YouTuber Gita Savitri. Setelah menikah dengan suaminya, Paul pada 2017 silam, mereka mengungkapkan keputusan untuk tidakmemiliki anak kepada publik.
Ya, hidup bahagia berdua saja sebagai pasangan.
Tentu, pernyataan mereka jadi viral hingga banyak hujatan yang datang. Bahkan, dari orang yang tak mereka kenal.
Padahal, itu hak mereka sebagai individu dan pasangan, bukan? Apa hak kita melarang merekamengambil jalan tersebut?
Memang, sih, keputusan untuk tidak memiliki anak atau childfree masih jadi kontroversi, khususnya di Indonesia.
Baca Juga: Viral Gitasav Sebut Childfree Bikin Awet Muda, Wulan Guritno: Enggak Ada Hubungannya
Pasalnya, setelah menikah, memiliki keturunan merupakan salah satu hal yang dinantikan.
Makanya, enggak heran banyak stigma datang. Salah satunya dengan melabeli perempuan yang memilih childfree sebagai perempuan egois.
Sebab, dianggap hanya memikirkan kepentingan dan kenyamanan diri sendiri. Benarkah egois?
Banyak Faktor
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita sepakat dulu tentang apa itu childfree.
Karina Negara B.A., M.Psi., Psikolog., mengatakan pada NOVA jika childfree adalah keputusan orang dewasa, baik lajang atau berpasangan, untuk memilih tidak memiliki anak atau keturunan.
Keputusan ini bukan karena terpaksa atau karena tidak bisa punya anak secara biologis, melainkan sebagai pilihan jalan hidup.
Sebenarnya istilah childfree bukanlah hal baru, di Indonesia pun sudah lama ada. Hanya saja, mungkin belum banyak yang familiar dengan istilah ini.
Jadi ketika dimunculkan di media sosial oleh publik figur, konsep childfree semakin kontroversial.
Padahal, di era modern ini, sudah banyak pasangan yang melakukannya. Tapi, jangan juga menganggap keputusan childfree sebagai keputusan mudah yang ikut-ikutan tren semata.
Asal tahu saja, ada banyak faktor dan pertimbangan yang akhirnya membuat seseorang memilih childfree.
Baca Juga: Berkaca dari Gitasav, Ini 7 Cara untuk Tetap Awet Muda baik Childfree Maupun Punya Anak
Mulai dari ketidaksiapan diri menjadi orangtua, masalah finansial dan ekonomi yang membuat khawatir tidak bisa memberikan fasilitas yang layak untuk anak, lingkungan yang tidak mendukung, ingin mengejar karier, hingga masalah mental dan trauma di masa kecil yang melukai psikologis seseorang hingga dewasa yang akhirnya bermuara pada keputusan childfree.
Tapi, tidak bisa dimungkiri bisa jadi ada orang-orang yang belum mempertimbangkan semua faktor lalu memutuskan untuk childfree.
“Memang paling baik dan bijaksana adalah menimbang semua faktor. Jadi, mengambil keputusannya bukan karena takut, bingung, atau karena tekanan dari mana-mana."
"Tapi, justru karena sudah mempertimbangkan berbagai faktor. Faktor pribadi, pasangan, keluarga, lingkungan, terutama faktor calon anak itu sendiri,” jelas psikolog klinisanak dan Co-Founder Kalm ini.
Sebab, menurut Karina, pertanyaannya bukan lagi, “Mau punya anak atau tidak?”
Tetapi lebih mengarah kepada, “Siap menjadi orangtua atau tidak?” Setidaknya pertanyaan ini ditanyakan oleh kita kepada diri kita sendiri.
Ingat, menjadi orangtua dan punya anak itu dua hal berbeda, ya. Dalam istilah “punya anak”, mindset-nya adalah kita mendapat banyak hal: dapat keturunan, dapat senang-senang.
Namun, menjadi orangtua berarti kita bertanggung jawab atas kehidupan manusia lain. Makanya pertimbangannya harus matang.
“Jika setelah dipertimbangkan ternyata kita tidak siap atau tidak mau menjadi orangtua, itu juga bagus."
"Karena akhirnya tidak akan merugikan siapa-siapa. Toh, tidak ada yang harus di dunia ini terkait punya anak atau menjadi orangtua."
"Yang ada, boleh menjadi orangtua kalau siap dan mampu. Tapi tidak harus,” tutur Karina.
Baca Juga: Profil dan Biodata Gita Savitri, YouTuber yang Memilih untuk Childfree
Kebijaksanaan Mental
Nah, dengan begitu bisa dikatakan jika keputusan childfree bukan berarti keputusanyang egois.
Lagipula, tidak ada orang yang berhak menilai childfree itu egois atau tidak. Sebab, kita semua punya motivasi atau alasan dalam mengambil keputusan untuk diri kita sendiri, apa pun itu.
Justru sebaliknya, childfree bisa jadi hasil keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab.
“Saat sudah dipertimbangkan matang-matang, pro dan kontranya sudah dibuat list-nya, justru adalah sebuah kebijaksanaan."
"Dengan bijak memutuskan yang lebih baik untuk diri, mungkin juga lingkungan, dan bahkan yang lebih bijak lagi untuk kehidupan si calon anak itu sendiri,” ujar Karina.
Keputusan childfree bisa dikatakan egois, bila kita memutuskan sendiri tanpa melibatkan pasangan.
Ingatlah, bahwa keputusan childfree adalah keputusan kita dan pasangan sebagai sebuah keluarga. Untuk itu, bahaslah keinginan childfree dengan pasangan sejak awal. (*)