Konsultasi Psikologi: Kupikir Sibuk, Ternyata Pacarku Menikahi Perempuan yang Dihamilinya

By Rieny Hassan, Selasa, 4 April 2023 | 16:21 WIB
Konsultasi Psikologi: Kupikir pacarku sibuk, ternyata dia menikahi perempuan yang dihamilinya. ()

Tulisan Konsultasi Psikologi ini merupakan surat kiriman pembaca NOVA yang dijawab oleh psikolog Rieny Hassan.

Saat aku telepon pacarku, yang mengangkat seorang perempuan yang mengaku istrinya dan sedang hamil muda. Kepalaku mau pecah, rasanya!

TANYA

Bu Rieny Yth,

Kadang saya bingung memikirkan apa, ya, pandangan Allah tentang saya? Kadang saya meminta-minta karena memang Dia-lah penguasa segala yang ada di dunia ini, benar kan, Bu?

Kadang, saya juga mempertanyakan mengapa saya yang sudah berdoa, salat wajib, sunah, sedekah, mencoba berbuat baik, kok malah mendapat cobaan yang nyaris tak bisa saya tanggung lagi rasanya.

Saat ini, sedang berpuasa, saya kok, malah marah ya, Bu? Rasanya Allah, kok, tidak paham sih, betapa saya sangat mencintai kekasih saya.

Pacaran kami yang 5 tahun itu, sirna hanya karena pertemuan pacar dengan perempuan yang bekerja di kantornya, di pedalaman Kalimantan sana.

Empat  bulan saja sejak dia masuk, Bu Rieny, mereka langsung nikah. Itu pun saya tidak diberi tahu.

Ternyata Perempuan Itu Hamil!

Memang frekuensi hubungan kami menurun. Tapi saat akan memulai tahun anggaran baru di kantornya, dia biasanya memang sibuk, jadi saya masih tidak curiga.

Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Aku Kesal Keluarga Besar Terus Mengatai Anakku

Suatu hari, saya papasan dengan teman kantornya di mal di Jakarta. Kami bertukar cerita. Tatapan matanya ke saya aneh walau dia sama sekali tak menyinggung pacar saya.

Saya sempat bertanya, apakah pacar saya sibuk sekali, dia menjawab dengan gugup.

Saat berpisah, dia cuma mengatakan, “Punya telepon mes, kan, Rinda? Coba sesekali hubungi, karena kita-kita sekarang sudah punya cottage sendiri, hanya Arman yang masih di mes, menunggu cottage-nya jadi.

Arman adalah nama kekasih saya. Tidak usah disamarkan, Bu. Mudah-mudahan seantero jagat yang kenal kami, jadi tahu juga.

Tak menunggu lama, saya telepon ke mes, yang mengangkat perempuan. Saya tanya, “Kok, ada perempuan di mes laki-laki? 

Dengan ringan saja ia mengatakan, bahwa hanya dia dan suaminya yang tinggal di situ. Biasanya dia juga kerja, tetapi karena hamil muda dan muntah-muntah terus, dia cuti seminggu.

Kepala saya sudah mau pecah rasanya, Bu. Hamil???

Dengan mengumpulkan semua nyali, saya tanyakan, “Mbak istrinya siapa? Dan dia jawab, “Arman.”

Dapatkah ibu bayangkan, di tengah keramaian saya dapat berita seperti itu? Entah bagaimana caranya saya sampai ke rumah, seharian saya tak keluar kamar, ibu sampai berkali-kali mengetuk, tidak saya buka.

Rupanya atas inisiatif ibu, Arman diteleponnya dan dia mengaku harus menikahi perempuan itu karena terlanjur hamil. Akan tetapi bila masalah sudah beres, dia akan kembali dan nikah dengan saya.

Detik itu saya katakan,...

Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Saat Aku Hamil, Suamiku Akui Perselingkuhannya

Detik itu saya katakan, haram bagi saya mendengar suaranya apalagi melihat wajahnya! Mudah-mudahan Ibu bisa bayangkan, bagaimana perasaan saya.

Apalagi, ibu saya sempat-sempatnya mengatakan, “Kamu terlalu yakin sama cinta, hubungan jarak jauh itu berat buat laki-laki normal. Arman bilang dia tidak cinta perempuan itu, tapi harus tanggung jawab, karena perempuan itu harus keluar kerja, tak boleh suami-istri bekerja satu kantor.

Nikah itu bukannya harus berlandaskan cinta dan kasih sayang ya, Bu? Apakah terlanjur bersebadan lalu harus bertanggung jawab kalau hamil?

Salahkah Aku Mengejar Cita-Cita?

Saya mencoba instrospeksi, salah saya adalah tidak segera mengiyakan ajakan nikahnya, karena harus ikut dia ke Kalimantan.

Saya sedang menikmati masa-masa awal karier di sebuah BUMN papan atas, melalui program seleksi ketat dan masa pendidikan dengan sistem gugur.

Hanya 35 persen angkatan saya yang lulus dan saya satu-satunya perempuan yang lulus.

Sombongnya saya membuat saya berpikir, masak, sih, semua perjuangan ini saya lepaskan karena menikah? Walau Arman mau membayar untuk keluarnya saya dari kantor.

Saya selalu mencegah diri untuk tidak menyesali keputusan untuk terus bekerja. Saat otak saya sehat, saya mencoba meyakinkan diri bahwa Allah menyelamatkan saya dari buaya berkumis lebat dan ganteng bernama Arman.

Rupanya, Allah takdirkan saya untuk meniti karier di BUMN ini dan segera berangkat untuk pendidikan lanjutan di Jerman. 

Pacar Idaman

Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Aku Menagih Utang ke Suami Seperti Pengemis

Pacar Idaman

Kalau saya memutar kenangan selama pacaran, rasanya saya benar-benar “putri Cinderella-nya dia.

Bahkan, suatu saat ia lupa tidak menelepon balik karena obrolan terputus saat ia dipanggil bos, esoknya dia sudah di depan kamar saya, mengetuk dan mengatakan, “ Yuk, sekarang ngobrol.

Dan esoknya dia kembali ke tempat kerjanya. Bagaimana saya tidak merasa bila ia benar-benar sayang, Bu?

Kiriman snack, masakan khas daerah, dan buah tangan untuk ibu saya juga tak pernah absen, sampai-sampai ibu mengatakan tidak banyak calon menantu yang penuh perhatian seperti ini.

Mengapa Allah tak mempersiapkan saya dengan dia selingkuh dulu begitu ya, Bu? Kok, tiba-tiba jebret, hamil, nikah.

Dan bisa-biasanya ibu saya menyuruh saya mendoakan dia bahagia. Ngapain!

Menulis surat ke Bu Rieny ternyata membuat saya sedikit lega. Saya tak minta nasehatlah, Bu. Pasti di ujungnya Ibu akan katakan, “Terima saja, move on, akan ada laki-laki lain yang lebih baik dari Arman.

Saat ini saya berpikirnya, orang sebaik itu saja mudah sekali tergelincir, bagaimana pula kelak yang cintanya cuma sedang-sedang saja ke saya?

Saya menolak semua usahanya untuk menghubungi saya, mengembalikan semua paket-paketnya ke ibundanya di Yogyakarta.

Saya diamkan saja telepon beliau dan adik-adiknya yang menanyakan ada masalah apa. Rupanya dia rajin menghubungi ibu saya, tapi saya minta agar ibu tak menjadi informannya dia.

Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Suamiku Suka Trolling, Memancing Kemarahan Orang

Bu Rieny, terima kasih sudah mau membaca surel saya. Acak-adul ya, Bu, maaf. Doakan saya tetap waras ya, Bu, utamanya bisa fokus ke pekerjaan dan karier saya. 

Kalau sudah di Jerman, saya pasti butuh teman senior seperti Bu Rieny. Boleh, ya, Bu saya hubungi lagi. Salam sayang.  

Rinda – Tangerang Selatan

JAWAB

Rinda sayang,

Tidak perlu menunggu sampai di Jerman, sekarang pun boleh, kok, hubungi saya.

Dua hal saja yang saya minta, tolong letakkan Allah pada tempat yang selayaknya Ia terima sebagai rasa hormat dan terima kasih pada apa saja yang sudah Ia berikan pada Rinda.

Yang Rinda minta, maupun yang tidak Rinda minta.

Dengan sifat Maha Pengasih dan Penyayangnya, sesungguhnya Allah selalu menghujani Rinda dengan banyak nikmat tiada tara.

Namun, lazimnya kita manusia—termasuk saya—saat Allah memberi, kita mudah sekali menganggapnya bahwa “itu memang sudah semestinya”.

Ketika kita merasa sudah melakukan banyak hal...

Baca Juga: Mendadak Aku Insecure, Apakah Suamiku Membutuhkan Aku dan Anak-Anak?

Ketika kita merasa sudah melakukan banyak hal—salat wajib dan sunah, sedekah, berbuat baik, baca Al-Qur’an—dan (ternyata) ada pamrih di balik semua ibadah itu, rasanya Allah, kok, tidak adil.

Rasanya Allah tidak memahami apa yang jadi kebutuhan dan keinginan kita manakala yang terjadi pada diri kita bukan seperti apa yang kita minta di dalam doa.

Jangan Terlena

Satu hal saja yang perlu Rinda panggil kembali ke ingatan Anda, bahwa dalam Maha Tahu-nya dan Maha Penyayang-nya itu, Allah tahu benar apa yang terbaik buat Anda.

Luka hati, sedih, duka, pedih, merasa diabakan, adalah akibat dari terlenanya kita. Sehingga lupa bahwa di balik semua peristiwa yang menimpa kita, ada rahasia yang Allah simpan dan hanya akan terbuka ketika kita mencoba untuk terus merendah, meminta “terang” agar jelas meyakini dan paham bahwa cinta Allah-lah yang tak akan pergi dari Anda sekejap pun.

Mau Anda sedang sebal, rindu, marah, Allah selalu menyayangi dan melindungi Anda.

Bukankah kebenaran tentang mas Arman Anda dapat dari orang yang tak pernah Anda sangka?

Bukankah perilakunya meniduri perempuan bukan muhrim adalah pembuktian kualitas dia yang sesungguhnya sebagai laki-laki?

Terlindunginya Anda dari “buaya ganteng” ini, karena apa kalau bukan karena Allah sayang pada Anda?

Putuskan Kenangan

Putuskan semua kontak, itu sudah benar. Berikutnya, putuskan juga semua kenangan saat bersamanya.

Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Suami Cacat, kok, Istri Malah Keluyuran

Tiap pemikiran itu muncul, marahi diri Anda. Buang waktu dan energi saja. Isi hari-hari mendatang dengan persiapan untuk belajar kembali di negara orang. 

Orang Jerman paling malas bicara bahasa Inggris, kan? Walaupun mereka mengerti.

Habiskan waktu luang Anda untuk memahirkan bahasa Jerman.

Ditambah aktivitas bersama teman sekantor, alumni se-angkatan, teman SMA, SMP, bahkan SD, Anda akan segera merasa bahwa hidup Anda tetap meriah dan bergairah.

Kalau ada orang tanya, jawab saja, “Arman sudah kawin, kita ganti topik, deh.” Bila masih ada yang julid (sirik, red.), tinggalkan saja orang itu.

Tak usah kita bahas kenapa dia bisa begitu. Juga tak perlu pula kita bahas bagaimana mendoakan dia bahagia. Enggak perlu banget, deh. Segitu saja, ya. Salam manis.(*)

(Bila Anda ingin berkonsultasi dengan psikolog Rieny Hassan, silakan kirimkan kisah Anda ke email nova@gridnetwork.id dan tuliskan “Konsultasi Psikologi” pada subjek email. Tuliskan juga nama–boleh nama samaran–dan kota domisili Anda.)