NOVA.id - Sahabat NOVA tentu sudah tidak asing dengan istilah Ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya.
Dengan istilah itu, banyak orang yang beranggapan jika hanya ibu saja yang memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.
Sehingga banyak yang mengabaikan jika peran ayah juga penting bagi kehidupan anak.
Padahal, ayah juga amat berperan dalam berbagai aspek kehidupan anak, mulai mulai dari fisik, intelektual sampai perkembangan spiritualnya.
Mengutip dari Kompas.com, menurut psikolog Tiga Generasi, Ayoe Sutomo, M.Psi., dalam rilis Teman Bumil, menyebutkan bahwa peran ayah dan ibu memang memiliki ciri khasnya masing-masing.
Ayoe menjelaskan bahwa ayah akan lebih berperan dalam stimulasi anak daripada ibu, contohnya ketika bermain dan aktivitas yang melibatkan gerak.
Selain itu, secara emosi ayah juga biasanya lebih tegas, lebih berani mengambil tantangan dan berani mencoba sesuatu yang baru.
Lain halnya dengan kehidupan sosial, ayah akan mengajarkan anak untuk bisa memecahkan konflik, sehingga membuat anak lebih percaya diri pada saat ia terjun ke dunia sosial atau saat bermain bersama teman-temannya.
Berapa lama sebaiknya ayah menghabiskan waktu dengan anak?
Meski kemungkinan besar para ayah akan menghabiskan waktu untuk bekerja, bukan berarti bonding tidak bisa tercipta antara mereka dan buah hati mereka.
Kuncinya ada pada kualitasnya bukan pada berapa lama waktu yang dihabiskan bersama.
Baca Juga: Indonesia Jadi Negara Fatherless Ketiga di Dunia, Apa Itu Fatherless?
Ayoe menjelaskan bahwa sebenarnya 30 menit adalah waktu yang cukup untuk ayah dan anak menghabiskan waktu bersama.
“Artinya, memang 30 menit mendampingi dengan penuh, tidak disambi dengan aktivitas- aktivitas yang lain, sehingga anak mendapatkan koneksi emosi yang penuh dengan orang tua di saat itu dan dilakukan secara rutin setiap hari,” ungkap Ayoe.
Adanya budaya patriarki yang kental di Indonesia
Seperti yang Sahabat NOVA tahu, jika di Indonesia sendiri peran ayah dan ibu dalam mengasuh anak ini masih sangat dibedakan.
Hal ini dikarenakan adanya konsep gender stereotype dan gender role expectation yang berlaku di dalam masyarakat.
Gender stereotype sendiri adalah keyakinan bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya berperilaku. Namun, ada banyak bias dalam hal tersebut.
“Laki-laki itu digambarkan dengan stereotype yang lebih tenang, lebih logis, kemudian dalam tugas rumah tangga dia lebih providing atau sebagai pencari nafkah.”
“Sementara wanita itu lebih dominan secara emosi, kemudian dalam tugas rumah tangga lebih kepada tugas pengasuhan atau care taking, sebagai care taker,” ujar Ayoe.
Lalu dalam gender role expectation sendiri, perempuan diharapkan lebih berperan dalam pola asuh anak, sedangkan laki-laki berperan dalam mencari nafkah utama.
Ketika ekspektasi-ekspektasi tersebut berjalan dengan semestinya, maka akan ada penguatan dan pujian dari lingkungan.
Sayangnya bila tidak berjalan seperti itu, akan ada “punishment”, misalnya pandangan miring, dan gunjingan, baik dari keluarga maupun sosial.
Baca Juga: Tips Parenting Stephanie Hertanto, Orang Tua Bisa Gunakan Metode Play Based Learning, Apa Itu?
Namun untungnya sekarang peran dalam pengasuhan ini sudah mengalami sedikit pergeseran.
Menurut Ayoe, pergeseran ini diakibatkan karena adanya konsep non traditional marriage atau pernikahan non tradisional.
Konsep ini mengakibatkan banyak pasangan modern yang sudah bisa menerapkan nilai-nilai baru dan lebih setara dalam pembagian peran pengasuhan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa peran ayah memegang peranan cukup penting di dalam kehidupan anak.
Artinya semakin ayah terlibat dalam pola asuh anak akan semakin baik dari keseluruhan ranah aspek perkembangan anak, mulai dari fisik, sosial, spiritual, intelektual, emosi, hinggakognitif, harapannya ada keterlibatan dari sang Ayah. (*)