Belajar dari KDRT di Serpong, Perlukan Belajar Silat untuk Melawan?

By Maria Ermilinda Hayon, Sabtu, 15 Juli 2023 | 15:02 WIB
Kasus Dugaan KDRT di Serpong yang Menimpa Perempuan Hamil 4 Bulan Bikin Geger (solidcolours)

NOVA.ID – Kasus dugaan KDRT di Serpong Utara bikin geger!

Bagaimana tidak, beredar jelas video amatir pelaku KDRT yakni BJ (38), menganiaya sang istri TM (21) hingga babak belur.

Dalam video terlihat BJ memiting leher dari TM yang diketahui tengah hamil 4 bulan.

KDRT ini terjadi di depan rumah kontrakan keduanya di perumahan Serpong Park, Serpong Utara, Tangerang Selatan belum lama ini.

Sayangnya, sampai saat ini, meski sudah melaporkan kejadian KDRT, namun pelaku bebas karena dinilai hanya melakukan tindak pidana ringan.

Tapi setelah videonya viral, kepolisian mengatakan masih menunggu hasil visum dan bukti lebih lanjut.

Kejadian KDRT memang belakangan banyak terjadi.

Sebagai perempuan, kita biasanya lebih banyak menjadi korban dalam hubungan beracun yang mencetuskan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini.

Memang, berani bicara, tak ragu mengadu, itu perlu.

Tapi satu tindak kejahatan—KDRT—tidak hanya bisa diatasi dengan cara represif.

Tapi, sering kali lebih manjur jika dilakukan bersamaan dengan pencegahan (preventif).

Baca Juga: Viral Kasus KDRT Suami ke Ibu Hamil Usai Kepergok Selingkuh, Polisi Sebut Tindak Pidana Ringan

Termasuk jangan pula lupa, segera lakukan pemulihan pasca KDRT—salah satunya yang terpenting adalah pada anak-anak yang ibunya menjadi korban.

Ada bermacam cara pencegahan yang bisa kita lakukan.

Apakah salah satunya adalah mengajak para istri untuk mulai belajar silat?

Bisa jadi.

Namun menurut Nirmala Ika K., M.Psi., psikolog dewasa, buat apa pintar ilmu bela diri kalau kita tak lebih dulu menghargai diri sendiri?

“Dalam konteks relasi, penting banget punya konsep diri. Buat batasan-batasan yang  baik dan jelas, sehingga si pasangan tidak bisa berbuat kasar. Kalau kita belajar bela diri, tapi konsep diri kita jelek, kita bakal berantem doang, gebuk-gebukan, sehingga kita tidak akan bisa menunjukkan kalau layak dihargai,” kata Ika dalam Tabloid NOVA Edisi 1569.

Nah, membangun diri dihargai pasangan, memang jangan baru dimulai di saat sudah menikah saja.

Tapi, lakukanlah sejak masih pacaran, atau jangan-jangan sejak mulai pedekate.

“Ingat, cinta itu buta. Jadi coba dengarkan orang-orang di sekitar kita, yang lebih netral memberi pandangan daripada kita yang lagi jatuh cinta. Kalau sudah ada yang aneh, kita harus lebih aware. Hati-hati, posesif itu juga bukan tanda cinta, ya!” kata Ika.

Nah, kalau pasangan sudah mulai sering melarang-larang atau kita diatur terlalu berlebihan, selalu bertanya dengan nada tinggi kamu bergaul dengan siapa, kamu harus pakai baju ini, dan sederet pertanyaan yang tak penting lainnya, mulailah berhati-hati sebelum terlambat.

Dan yang terpenting, “Ketika pertama kali dia menunjukkan kekerasan, kita harus melawan. Harus speak up. Kalau dia mulai bentak, kita tanya mengapa dia bentak? Tunjukkin kalau kita tidak bisa diperlakukan begitu. Jadi, dia tahu ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Kalau kita melanggengkan itu, dia bisa makin parah,” tegas Ika.

Setiap kasus memang berbeda.

Tapi bisa jadi ada yang melupakan hal ini saat awal bertemu dengan pasangan mereka.

Semoga dengan semakin banyak perempuan yang lebih menghargai dirinya, kisah seperti KDRT di Serpong tidak akan bermunculan lagi. (*)