Nukila Evanty, Perempuan yang Soroti Pentingnya Keterlibatan Masyarakat Sipil dalam Kebijakan Pemerintah di ASEAN People’s Forum

By Maria Ermilinda Hayon, Selasa, 5 September 2023 | 21:25 WIB
Nukila Evanty dalam ASEAN Civil Society Conference ()

Nukila menyebutkan ada delapan kerangka hukum utama yang berdampak pada ruang sipil.

Yakni Konstitusi (Undang-Undang Dasar); Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Undang-undang berkaitan dengan  kebebasan berekspresi, berorganisasi dan  berasosiasi; Undang-Undang yang berkaitan dengan informasi, komunikasi dan keamanan media; UU yang berkaitan dengan perlindungan pribadi dan data pribadi; Undang-Undang yang berkaitan dengan  undang-undang anti korupsi, anti pencucian uang dan anti terorisme; dan peraturan daerah di kabupaten dan kabupaten

Dalam pandangan Nukila, ada tiga isu penting yang menyebabkan sempitnya kebebasan sipil.

Pertama: penyalahgunaan sejumlah pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE No 19 tahun 2016).

Pasal-pasal dalam UU ITE yang mendua sering diduga dijadikan dasar penahanan atas tuduhan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.

“Pasal yang sebaiknya dicabut adalah pasal asusila, pencemaran nama baik, dan ujaran kebencian,” ungkap Nukila.

Kedua: UU Ibukota Negara Indonesia (UU IKN). UU IKN dibahas dalam waktu singkat. Pemerintah dan DPR RI tidak memberikan ruang partisipasi masyarakat yang baik, bahkan kurangnya partisipasi masyarakat adat.

Ketiga: Fenomena Buzzer di Indonesia untuk meredam kritik terhadap pemerintah marak terjadi.  Demokrasi pun terancam mati, apabila setiap kritik diredam.

“Umumnya buzzer menggunakan narasi yang bersifat defensif, dan seringkali menggunakan UU ITE untuk melawan pihak lawan politiknya,” terang Nukila.

Karena melihat makin menyempitnya ruang masyarakat sipil dalam berpendapat, Nukila menawarkan tiga rekomendasi.

1.Pemerintah di ASEAN harus memastikan bahwa kepentingan rakyat tercermin dalam setiap proses pengambilan keputusan, tidak sekedar simbolik semata.

2.Negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi hak dan aktivitas masyarakat sipil.

3.Pemerintah perlu menjembatani kesenjangan digital dan mengatasi kesenjangan teknologi dan keterampilan antara populasi muda dan lanjut usia, kelompok pedesaan dan perkotaan, serta mereka yang berasal dari latar belakang sosio-ekonomi tinggi dan rendah.

“Sangat penting untuk memastikan akses yang setara terhadap informasi, sehingga maraknya hoax, misinformasi dan disinformasi dapat dikurangi,” pungkasnya. (*)