Kisah Inspiratif Meutya Hafid, Pejuang Dua Garis Biru yang Ajak Memperjuangkan Hak-Hak Pasangan Infertil  

By Maria Ermilinda Hayon, Minggu, 12 November 2023 | 14:35 WIB
Buku LYORA Keajaiban yang Dinanti mengisahkan perjalanan pribadi Meutya Hafid setelah 10 kali percobaan bayi tabung. ()

Ini dapat melibatkan dukungan kelompok, konseling, dan sumber daya lainnya yang dapat membantu individu dan pasangan menghadapi tantangan emosional yang terkait dengan infertilitas.

3.Perlindungan hukum dan hak individu

Pengakuan resmi terhadap infertilitas sebagai penyakit dapat memberikan perlindungan hukum dan hak-hak individu yang mengalami masalah kesuburan.

Ini dapat mencakup hak untuk mendapatkan perawatan medis yang tepat, perlindungan dari diskriminasi di tempat kerja atau dalam asuransi kesehatan, dan hak untuk mengadopsi atau mengakses teknologi reproduksi seperti In Vitro Fertilization (IVF).

4.Peningkatan kesadaran dan edukasi

Pengakuan resmi terhadap infertilitas sebagai penyakit dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang masalah kesuburan.

Ini dapat mengurangi stigma dan kesalahpahaman yang terkait dengan infertilitas, serta meningkatkan pengetahuan tentang opsi perawatan dan dukungan yang tersedia bagi individu yang mengalami masalah kesuburan.

Buku "LYORA: Keajaiban yang Dinanti" tidak hanya menginspirasi dan memberikan harapan bagi pasangan yang sulit mendapatkan keturunan, tetapi juga menyoroti pentingnya perubahan dalam pendekatan masyarakat dan pemerintah terhadap infertilitas.

Melalui bukunya, Meutya Hafid berharap untuk mengubah stigma dan sikap negatif yang masih sering terkait dengan masalah infertilitas.

Ia ingin mendorong perubahan sosial yang lebih luas dalam pemahaman dan dukungan terhadap pasangan yang sulit mendapatkan keturunan.

Meutya juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak pasangan yang sulit mendapatkan keturunan.

Dengan memperhatikan isu ini, pemerintah diharapkan dapat lebih aktif dalam menyediakan akses terhadap perawatan infertilitas dan mengakui pentingnya kesehatan reproduksi sebagai hak asasi manusia.

Meutya berharap agar bukunya dapat menjadi sumber inspirasi dan pemahaman yang lebih baik tentang perjuangan pasangan yang sulit mendapatkan keturunan di Indonesia. (*)